Anak Kampus CPC - Support us

Sabtu, 10 November 2012

Meramalkan Poso (2)?

...PANDANGAN SEPUTAR AKSI TEROR
Mengapa? Sebab jika konflik vertikal dan atau konflik horisontal disama sejajarkan atau dipahami sebagai konflik sosial, maka masyarakat di Poso dalam kelompok yang besar, terorganisir dan terdiri dari latarbelakang tertentu akan melakukan gerakan teror dengan tidak mengubah pola gerakannya. Umumnya dilakukan terang-terangan, jika pun dilakukan secara diam-diam (sembunyi) maka mudah ditahu asal kelompok yang melakukan teror karena memiliki aksi yang jelas. Tetapi di Poso tidak demikian, ini bukan konflik vertikal atau pun konflik horisontal. Ini murni AKSI TEROR! [Tulisan sebelumnya, Meramalkan Poso bagian pertama]

Dalam suatu diskusi pada jejaring sosial, seseorang mengemukakan pendapat bahwa munculnya teror di Poso ialah bagian dari cara untuk mengalihkan perhatian publik seputar DANA RECOVERY POSO {telusuri informasi ini pada google dengan menggunakan kata kunci DANA RECOVERY POSO, misalnya pada http://korupsiposo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=91%3Asiapa-dibalik-korupsi-dana-recovery-poso&catid=50%3Aeditorial&Itemid=1). Pandangan ini juga serupa ketika salah satu juru bicara dari kelompok yang dituduh berada dibelakang aksi Teror Poso dan Bom Solo, mengatakan bahwa kelompoknya tidak melakukan itu dan apa yang dialaminya bisa saja hanya pengalihan issue misalnya sejumlah kasus korupsi yang belum diselesaikan. Pandangan lain juga dimuat pada laman http://www.aktual.co/voiceoffreedom/131908 yang membahas Terorisme dan Pengalihan Isu.

Meski pada tulisan sebelumnya, saya mengatakan dan sepakat dengan Jusuf Kalla, dimana memandang kondisi di Poso itu adalah murni AKSI TEROR, tetapi dengan berbagai ulasan yang diperoleh dari media ada kecenderungan gerakan yang besar akan terjadi untuk mengupayakan konflik diaras vertikal dimana usaha itu diawali dengan membentuk opini publik kemudian ketika meledak (terjadi konflik vertikal) maka pertahanan negara melemah sehingga mudah melakukan pergerakan sebab konsentrasi terganggu atau terpecah. Tentu, dampaknya lebih mengerikan daripada insiden 1998 di Jakarta. Bagaimana tidak mengerikan jika seandainya benar terjadi maka yang akan muncul itu dua sekaligus bencana yaitu reaksi berupa kemarahan masyarakat dan aksi teror yang berlangsung disertai konflik horisontal (bukan hanya Poso yang mengalami tetapi kemungkinan besar wilayah lainnya di NKRI). Disini kita perlu bijak menyikapi, bahwa urusan seputar kasus-kasus korupsi atau hal lain yang menjadi kewajiban pihak tertentu, biarlah itu diselesaikan. Kita percaya saja akan hasilnya baik itu buruk maupun hasil yang baik. Saya sendiri percaya., urusan kita adalah urusan kita sendiri misalnya menjaga relasi dan jangan mudah terkecoh sama sekali, kita harus waspada dengan berbagai aksi memecah belah persatuan dan persaudaraan terutama upaya-upaya menghancurkan relasi itu sendiri. Disisi lain, pers setikdanya mempertimbangkan aspek sosial politik ketika memberitakan suatu kejadian, termasuk bersikap profesional untuk meminta secara empiris dan logis pertimbangan-pertimbangan dari pengamat yang mengulas pandanganya. Jika seorang pengamat cukup baik dalam mempertanggungjawabkan pandangannya, itu tidak soal, tetapi jika dinilai kurang baik jangan ditayangkan karena bisa menyebabkan benih-benih kemarahan publik yang tidak bisa dicegah kemudian hari.

BELAJAR DARI KONFLIK POSO, MASYARAKAT MEMASUKI KEHIDUPAN PASCA KONFLIK POSO
Sumber Gambar : http://nurfiqrianty.blogspot.com/2012/07/kesenian-sulawesi-tengah.html
Konflik Poso dapat dikatakan konflik paling terparah dibanding AMBON dan SAMBAS atau daerah lain yang berkonflik di Indonesia. Konflik Poso sulit diselesaikan, dendam merajalela dan keinginan membunuh waktu itu masih sedemikian merasuk pikiran sehat manusia. Konflik di Poso juga dapat dikatakan sebagai implikasi dari kuatnya ikatan sosial budaya yang menjadi bagian dari pandangan filosofi hidup masyarakat Poso, Posintuwu. Tetapi nilai Posintuwu dengan berbagai pendekatan yang praktis, mencoba memahami substansi teoritis kemudian menjadikannya sebagai kekuatan atau aspek perekat dalam memperdamaikan masyarakat. Hasilnya, masalah konflik Poso dapat diselesaikan. Kini, masyarakat dapat beraktifitas dengan baik.

Setelah masyarakat kembali membangun kehidupannya masing-masing, setiap kelompok kemudian membuat berbagai instrumen kebutuhan misalnya bekerja dengan baik, menekuni suatu pekerjaan dengan baik untuk memperoleh pendapatan yang baik pula, sehingga masyarakat dapat pulih dengan baik secara ekonomi. Bidang Sosial, hubungan harmonis dibuktikan dengan intensitas silahturahmi masal. Di Poso banyak sekali berlangsung perkunjungan-perkunjungan antar kelompok baik perkunjungan yang terjadi ketika perayaan Keagamaan, Hari Libur Nasional, Acara Pernikahan, atau undangan-undangan serta pemberitahuan lain yang dihadiri. Ketika masyarakat mulai menciptakan instrumen kebutuhan masing-masing, disini pertanda bahwa sudah terjadi pertumbuhan rasionalitas. Masyarakat kemudian melembagakan dirinya, tidak lagi sendiri-sendiri tetapi berkelompok dimana setiap kelompok terdiri dari beragam latarbelakang seperti di Tentena, masyarakat disana mampu hidup berdampingan dengan kelompok lain yang berbeda latarbelakang. Bukan cuma itu saja, wilayah yang semula mengalami segregasi (pengelompokkan sesuai dengan latarbelakang yang sama) kini tidak berlaku. Wilayah di Poso tidak hanya dihuni oleh satu kelompok yang memiliki latarbelakang sama, tetapi banyak kelompok berbeda latarbelakang.

Sepertinya, masyarakat sendiri sudah sadar bahwa hidup dalam kedamaian itu penting sebab orang lain memiliki arti yang besar baginya dalam usaha-usaha untuk memperkuat atau mengubah kehidupan lebih baik. Dalam pengertian ini, masyarakat membangun pemahaman bahwa keberhasilan diri sendiri sangat tergantung oleh orang lain, sehingga masyarakat dengan sendirinya mempertahankan perdamaian atau berusaha untuk menjaga relasi dengan baik. 

Pertanyaannya adalah "Apakah hal ini pertanda bahwa Poso akan baik-baik saja kedepan? Bagaimana Poso kedepannya? dan tidak ada masalah yang lebih parah dari konflik? ataukah akan terjadi konflik berwajah baru??" Pemikiran tersebut akan diutarakan pada bagian ketiga MERAMALKAN POSO.

Tidak ada komentar: