9 April 2014
mendatang, semua rakyat akan memilih individu dari suatu partai politik dan
seluruhnya tentu saja memiliki sejumlah prestasi dan karya yang baik, sehingga
wajar partai politik mencalonkan mereka untuk dipilih masyarakat. Para calon legislatif
(kemudian disebut caleg) bertugas antara lain merancang atau menyetujui atau
membentuk Undang-undang dan tentu saja bertugas untuk mengawal perjalanan
bangsa dari negara kita tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Antara Kenyataan dan Idealisme Perjuangan: Menuju
Bangsa Yang Satu?
Tapi benarkah kita
sendiri menjadi satu bangsa? Saya sendiri menganggap itu sukar dilakukan, meski
benar beberapa momen bisa menjadikan kita satu tetapi pada momen lain membuat
kita dapat dipecahkan menjadi beberapa bagian dari yang terkecil sampai yang
terbesar.
“Pemikir handal”
tentu menguasai keberagaman kita sendiri, sehingga sang “pemikir” mudah untuk
memecahkan itu. Disisi lain demografi politik juga menjadi salah satu penentu
kekuatan politik dan ironisnya jika ini dilakukan untuk gerakan demokrasi
dengan memperkuat posisi tawar politik maka tentu realitanya adalah menabrak
tembok yang besar. Jadi harus ada alternatif dan langkah strategis, setidaknya
masih pada jalur dan tujuan yang sama yaitu mengutamakan persatuan serta
kesatuan sebagai bangsa yang utuh.
Usaha-usaha yang
dilakukan tidak bisa secara frontal, anarkis, dengki, iri dan marah tetapi
harus dilakukan dengan terarah, beretika, profesional, jujur dan konsisten. Ini
saja yang harus dilakukan. Jika seluruhnya didorong dengan sikap-sikap anarkis,
dengki, iri dan marah, maka sudah pasti tidak akan membawa simpati kepada
masyarakat. Jadi mengutarakannya juga harus baik dan jangan terkesan seperti
ingin mencari tau sesuatu agar bisa memperoleh celah bagi seseorang untuk
digunakan menjatuhkan atau melakukan penyerangan tertentu. Hal ini tidak perlu
dilakukan. Kalau pun kita memaksa untuk melakukannya, yang jadi pertanyaan
ialah apakah benar orang yang diperjuangkan tersebut akan membela atau menolong
kita? Jika pun ya, hanya sebagian tokoh saja yang benar-benar membela secara
langsung (fisik) atau benar-benar menolong secara langsung (fisik) dengan
mengorbankan apa yang ada padanya.
Jika pun masyarakat
sudah menemukan tokoh yang membela atau menolong secara langsung, sangat sukar
dijamin bahwa ia akan aman dalam
perjalanannya, pasti tokoh tersebut mengalami berbagai rintangan dan godaan,
tak terkecuali istilah populer black
campaign. Satu-satunya menghindari ya jangan masuk di politik! Saya rasa
semua tokoh politik mengalami itu!
Dominasi dan Perebutan Simpati Masyarakat
Persaingan politik
tidak lagi dibangun untuk tujuan mensejaterakan tetapi lebih kepada upaya
mendominasi dan merebut simpati masyarakat, meski kegiatan politik seperti
kampanye benar merupakan usaha dari perebutan simpati masyarakat tetapi bukan
berarti menjadikan segala sesuatu sebagai usaha untuk merebut kedudukan atau
otoritas kewenangan tertinggi sehingga bisa mempengaruhi kebijakan dan tentu
saja akan memperkuat basis kelompoknya. Cara-cara ini hanya akan menghasilkan
gerakan balas dendam terhadap rejim ke rejim. Dengan demikian, para pemimpin
dari kalangan elit politik mengajarkan kepada masyarakatnya pentingnya balas
dendam dan secara tidak langsung mendorong pertumbuhan anarkisme serta
kekerasan structural, melembagakan tradisi premanisme dan pemberlakuan prinsip-prinsip
pembenaran.
Hemat saya, pilihlah
partai politik dan tokoh politik Anda yang benar-benar dewasa serta matang
dalam berpolitik dengan tidak lagi menggunakan kekuatan sendiri tetapi mampu
memainkan kelemahannya menjadi kekuatannya sendiri serta mampu mengambil sari
dari kekuatan lawan tanpa harus merusak lawan tersebut. Makna kematangan dan
kedewasaan disini ialah jika seluruh proses sejak awal dan perkembangannya,
benar-benar seluruh hal yang dilaluinya (partai atau tokoh politik) secara
mandiri. Meski pun disadari bahwa hal yang dilaluinya itu banyak dijumpai
kekurangan, tetapi setidaknya dari kekurangan itu ia bisa menyempurnakan.
Inilah yang saya maksud sebagai SUARA RAKYAT.