Perhitungan Cepat
(Quick Count) sudah selesai, (1). PDI-P 18,80%, (2). Golkar 14,52%, (3).
Gerindra 12,27%, (4). Demokrat 9,11%, (5). PKB 8,90%, (6). PAN 7,34% (7).
Nasdem 6,92%, (8). PKS 5,90%, (9). PPP 5,41%, (10). Hanura 5,36%, (11). Partai
Bulan Bintang 1,54%, (12). PKP 0,94%. 12 Partai yang berkompetisi meraih hati
rakyat, tidak ada satu partai yang mencapai 20% atau diatas 20%.
Dilematika 20% President Treshold
Yusril Izha Mahendra,
Partai Bulan Bintang menolak Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden karena menganggap bahwa hak
konstitusionalnya dilanggar (baca: http://www.tribunnews.com/nasional/2013/12/13/yusril-president-threshold-langgar-hak-konstitusional-saya).
Demikian pula Partai-partai Politik besar lainnya, tak terkecuali PDI-P yang
menargetkan perolehan suara mencapai 27%, sukar untuk mencalonkan kandidatnya
sebagai Calon Presiden mendatang. PDI-P berada diperingkat pertama pemenang
versi Quick Count MetroTV bekerjasama dan Indikator Politik Indonesia dengan
pencapaian skor perolehan suara 18,80%, disusul Golkar dan Gerindra serta Demokrat.
Dalam tulisan saya
sebelumnya, ramalan ini tidak jauh berbeda dari gambaran Quick Count untuk
peringkatnya yaitu (1). PDI-P, (2). Golkar, (3). PKB dan (4), Demokrat versi peringkat
Quick Count (1). PDI-P, (2). Golkar, (3). Gerindra dan (4). Demokrat.
Perbedaannya terletak pada cara penempatan dari aspek yang mendasari pemilihan,
(1). Saya memperhadapkan posisi Gerindra dengan Latar Belakang Prabowo yang
dinilai melakukan kesalahan di masa lalu, sehubungan dengan penculikan seperti
beberapa catatan di media, sehingga posisi Gerindra digantikan oleh PKB dimana
aspek pengaruh yang dipikir itu ialah figur seorang Gus Dur yang tentu saja
besar pengaruhnya dan nomor urut yang dikaitkan dengan cara lebih mudah memilih
dimana seseorang akan mencoblos nomor yang pertama dilihatnya. (2). Peringkat
versi Quick Count untuk posisi Gerindra dan PKB versi Quick Count, dilakukan
sesuai perolehan suara dari perhitungan di TPS dengan kemungkinan pertambahan
angka ialah memungkinkan terjadi pertambahan lagi bilangan pecahannya. Dengan
kata lain, masih ada kemungkinan pertambahan suara (real count) untuk setiap Partai Politik meski pun ada pertambahan
bilangan pecahan tetapi sukar untuk mencapai 20%.
Mau tak mau, Partai
besar sekalipun harus berkoalisi dengan Partai dibawahnya!
Jokowi Effect, Tidak Berlaku
Setelah
dikeluarkannya mandat Megawati Ketua Umum PDI-Perjuangan soal pencapresan
Jokowi, hampir disetiap hari hal ini mewarnai “halaman depan” pemberitaan
nasional. Tak dipungkiri bahwa pemberitaan ini sangat merisaukan banyak Partai.
Disisi lain, PDI-P dalam perolehan suara Pemilihan Legislatif, harus menerima
kenyataan bahwa suaranya kurang dominan di beberapa titik Pulau Jawa dan
demikian di Jakarta. Selain dari adanya pemberian sanksi publik berupa “hukuman
politik” sejak Jokowi menerima mandat Megawati, PDI-P kekuatannya dipecahkan oleh
lawan politik dengan membangun serta menemukan karakter yang sama bahkan
melebihi figur seorang Jokowi. PDI-P juga kurang mendominasi sebagian besar
Sulawesi, Papua, sebagian besar Kalimantan dan sebagian besar Sumatera serta
Aceh. Bahkan pemikiran saya sebelumnya, Jokowi Effect , mampu menghilangkan
Partai Nasdem di politik legislatif 2014, ternyata tidak benar! Justeru partai
ini membawa kejutan besar, partai yang baru pertama kalinya ikut pada Pemilihan
Legislatif 9 April 2014 tersebut mampu membawa 6,92%. Terlebih lagi Partai
Gerindra dengan capaian suara 12,27%, sementara itu masyarakat Indonesia
mengetahui hubungan kurang harmonis PDI-P dan Gerindra dimana sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa Pencapresan Jokowi tentu menguras suara
Gerindra sehingga usaha PDI-P dapat memperoleh suara 27% terwujud, tetapi ini sama sekali tidak terjadi.
Bagaimana permainan
akan datang?