Pandemi COVID-19 telah
memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian global,
termasuk Indonesia. Sektor perdagangan dan jasa merupakan salah satu sektor
yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain pembatasan mobilitas, penutupan tempat-tempat umum, serta
penurunan permintaan terhadap barang dan jasa. Indonesia, memberlakukan lockdown
terdesentralisasi dan bertahap, serta tidak pernah mencapai tingkat ketat
seperti negara lain.[1])
Langkah-langkah pemerintah dalam menerapkan lockdown diserahkan melalui
propinsi dan kabupaten, kemudian beberapa propinsi memberlakukan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai bentuk respon persoalan pandemik COVID-19
yang berimbas pada kehidupan sosial dan ekonomi yang belum pernah terjadi
sebelumnya di Indonesia. Pemberlakukan PSBB disusul dengan penutupan
tempat-tempat umum yang dilakukan pemerintah Indonesia seperti pusat
perbelanjaan, restoran dan tempat hiburan.
Lebih lanjut, pandemi COVID-19
juga berpengaruh pada daya beli konsumen yang mengalami penurunan akibat banyak
warga kehilangan pekerjaan, berkurangnya jam kerja dan perubahan perilaku
konsumen. Penurunan daya beli konsumen berdampak negatif terhadap sektor
perdagangan dan jasa. Sektor perdagangan dan jasa merupakan salah satu sektor
yang paling terpukul oleh dampak pandemi ini, karena mengalami gangguan pada
rantai pasok, permintaan, biaya logistik, dan kerjasama internasional. Sektor
ini juga berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat, karena merupakan sumber
pendapatan dan lapangan kerja bagi banyak orang.
Disisi lain, pandemi COVID-19
dipandang sebagai momentum untuk melakukan diversifikasi produk ekspor dan
impor misalnya memanfaatkan potensi pasar baru atau alternatif, momentum untuk
mempercepat transformasi digital di sektor perdagangan dan jasa seperti
pengembangan e-commerce, fintech, logistik online. Dilain sisi, Indonesia harus
mengalami banyak persoalan bersumber dari tingkat keragaman sosial yang tinggi
dari jumlah penduduk 270 juta jiwa, tingkat konsumsi dan ketergantungan yang
tinggi untuk beberapa komoditas strategis seperti bahan bakar minyak, bahan
baku industri, bahan baku pangan, dan alat-alat kesehatan, struktur ekspor yang
rapuh karena masih didominasi oleh komoditas primer yang rentan terhadap
fluktuasi harga dan permintaan global, tingkat biaya logistik yang tinggi
akibat infrastruktur transportasi yang belum memadai, regulasi yang
berbelit-belit, praktik monopoli dan oligopoli di beberapa sektor, daya saing
yang rendah akibat rendahnya produktivitas, inovasi, kualitas produk, dan
standar mutu.
Dari banyak problematika yang muncul sebagai dampak pandemi COVID-19 pada peningkatan kemiskinan dan kesenjangan sosial di sektor perdagangan dan jasa, tidak disadari bahwa hal tersebut juga berimplikasi pada pertumbuhan tingkat anomie di Indonesia. Melalui artikel ilmiah ini yang disusun dengan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur bersumber dari data-data yang relevan dan terpercaya seperti media pemberitaan, laporan resmi, buku dan lainnya, bertujuan untuk memahami peningkatan kemiskinan dan kesenjangan sosial di sektor perdagangan dan jasa dalam hubungannya dengan pertumbuhan anomie di Indonesia.
selengkapnya, Klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar