Anak Kampus CPC - Support us

Minggu, 22 September 2013

MEMBONGKAR RAHASIA JOKOWI UNTUK CALON-CALON POLITISI DI LEMBAGA EKSEKUTIF (PEMERINTAH DAERAH) DAN LEMBAGA LEGISLATIF (DPR)



Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, pria yang dulunya Bupati Solo Jawa Tengah tak pernah turun ratting-nya. Terakhir kali saya membaca berita media Tutup Rakernas, Mega Tolak Foto Salaman dengan Jokowi. Bagian terakhir berita itu : “Saat itu, posisi Jokowi berada di belakang Mega, Puan dan salah satu kader. Salah satu kader tersebut mengucapkan "Bu diminta salaman sama Pak Jokowi," ucap kader tersebut. Namun, entah kesal karena permintaan tersebut, Mega enggan melakukan dan berujar pelan "Udah, enggak usah," ucap Mega di atas podium” [1]
Masih seputar Jokowi, Perdana Putra menulis di kompasiana SBY Bombardir Jokowi dengan Strategi Perang Kota : “….Program pengadaan ribuan Bus sebagai transportasi masal pun harus segera dihentikan atau setidaknya di hadang dengan berbagai cara, sampai akhirnya merekapun menerapkan regulasi yang rumit dan berbelit hanya untuk menghadang pengadaan ribuan bus transportasi masal tersebut. Alhasil, Proses pengadaan ribuan bus tersebut tidak mendapat persetujuan dari pusat dengan berbagai alasan yang systemic. Pengadaan yang rencananya sekitar 1400 bus untuk penambahan dan peremajaan transportasi umum itupun harus tersendat dan hanya akan terealisasi sekitar 400an bus dengan berbagai alasan dan regulasi systemiknya yg disusun secara berbelit. Tak cukup hanya disitu, Pemerintah pusat pun sekarang mulai gencar membombardir Jokowi dengan kekuatan supernya, dengan kapasitas penuh dan dengan ledakan tak terhingga, dengan diterapkannya mobil murah LCGC dengan alasan lingkungan. Mereka tidak lagi perduli bahwa kapasitas Jalan raya sekarang sudah sangat tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang beredar di jabodetabek. Mereka tidak lagi perduli peningkatan konsumsi BBM yang sekarang saja kita sudah sangat minus dan harus mengimpor ratusan ribu barel per hari, Mereka juga tidak perduli bahwa dengan makin besarnya import BBM sangat berpengaruh pada semakin ambruknya nilai tukar rupiah yang sudah sangat tertekan dan terpuruk. Semua itu karena mereka sudah panik, dan dalam kepanikan itu, mereka tidak lagi perduli apakah balita atau anak-anak yang akan menjadi korban dari bombardir  mereka yang mereka tujukan langsung dipusat kota….”[2]
Bagi sebagian orang tentu penasaran dan ingin mencari tahu bagaimana seorang Jokowi dan bagaimana Jokowi itu populer?
A.  Trend Pasangan Politik Beda Agama
Keputusan berpasangan dengan Ahok yang beragama Kristen sebagai Calon Wakil Gubernur kala itu., harus diberikan apresiasi besar bahwa ini menunjukkan Jakarta daerah yang pluralis dan hal ini juga menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia telah berubah sikap menjadi lebih terbuka serta menerapkan pluralitas itu pada berbagai perilakunya baik perilaku politik atau perilaku sosial. Sebelumnya, Gubernur Jakarta dipimpin oleh Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau disapa akrab Henk Ngantung beragama Kristen dari Sulawesi Utara. Bahkan AA. Baramuli yang beragama Islam menjadi Gubernur kemudian disusul Abdullah Amu di Sulawesi Utara yang mayoritas agamanya Kristen.
Perkembangannya, sejumlah kasus dan fenomena yang mengancam pluralitas di Indonesia sedikit menenggelamkan trend setting politik dalam pemasangan calon kandidat di lembaga eksekutif. Meski demikian, kasus dan fenomena yang mengancam pluralitas itu juga dinilai bagian dari residu (pemicu) kesadaran masyarakat secara langsung (yang merasakan) atau secara tidak langsung misalnya efek negatif yang dialami masyarakat ketika terjadi beberapa kasus pada tataran makro dimana masyarakat juga menjadi korban dari perseteruan berlatarbelakang SARA.
Dalam beberapa masa, calon kandidat berasal dari agama minoritas kurang kuat secara politis tetapi pada masa berikutnya seorang calon kandidat beragama minoritas bisa diorbitkan seperti fenomena besar dari kemenangan Jokowi-Ahok.
Kemenangan Jokowi-Ahok masa-masa krisis pluralitas di Jakarta (atau umumnya daerah NKRI) itu merupakan sesuatu hal yang luar biasa untuk area Jakarta. Trend ini sepertinya diambil dan diterapkan oleh pasangan kandidat Presiden dan Wakil Presiden NKRI mendatang, Wiranto dan HT.
B.  Branding Politik Figur
Branding politik (baca : melabelkan politik) membutuhkan ketelitian, analitis dan kritis serta cermat membaca masalah dan kebutuhan masyarakat termasuk pandangan masyarakat terhadap kehidupan sekitar. Branding politik tidak dilakukan dengan pendekatan politis tetapi lebih kepada pendekatan sosial, budaya dan ekonomi yang seluruhnya disajikan secara konkret tanpa melakukan pembohongan publik terkait sisi dari profil yang akan dijadikan branding. Singkatnya, branding politik tidak membodohi dan membohongi masyarakat ketika sedang berpromosi “dagangan politis”. Branding politik lahir dari pendekatan marketing sosial (pemasaran sosial) suatu teknik tingkat tinggi untuk melembagakan program dan kegiatan, kebijakan, sosialisasi-sosialisasi, proses melembagakan kesadaran, pesan-pesan sosial lainnya. Anatomi (tubuh) Branding politik seluruhnya adalah fakta (data) dari figur politik (aktor) yang akan dipromosikan.
C.  “Selebriti Plat Merah”
Mudah-mudahan kita masih ingat beberapa berita yang pernah menayangkan politik blusukan[3] dimulai dari Jokowi ketika masih menjabat sebagai Bupati Solo. Justeru politik blusukan mampu mengantar Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sendiri memilih politik blusukan daripada lobi politik.[4]
Trend politik blusukan Pasca Jokowi-Ahok semakin gencar dilakukan oleh para politisi, tak heran mereka sering melakukan hal-hal yang bersifat fenomena bagi seorang politisi seperti yang dilakukan Ridwan Kamil, Walikota Bandung ketika mengendarai sepeda ke kantor Balai Kota Jalan wastu Kancana dari rumahnya di kawasan Cigadung dan menjadi sopir angkota umum.[5]
Penggunaan media sosial misalnya facebook, twitter dan youtube serta seluruh aksi diliput media cetak, radio dan televisi akan membentuk pandangan masyarakat yang berimbas positif bagi seorang politisi. Tetapi jika kemasan Branding politik-nya kurang matang, maka tentu berdampak pada cemohan yang akan diperoleh seorang politisi.
Demikian sekiranya ini berarti bagi para calon kandidat yang akan berkompetisi pada Laga Politisi dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 baik tingkat Kabupaten, Propinsi dan Pusat dilingkup lembaga Eksekutif dan Legislatif (atau bahkan Yudikatif jika ada proses sama seperti itu).
Selamat mencoba!

Adriani GA Tobondo

Praktisi Branding Politik dan Pengamat Sosial.
Kandidat Doktor Studi Pembangunan:
bidang kosentrasi Relasi Sosial (Interrelasi dan Multirelasi),
Kebijakan dan Pembangunan Sosial
 




[1] http://www.merdeka.com/politik/tutup-rakernas-mega-tolak-difoto-salaman-dengan-jokowi.html
[2] http://politik.kompasiana.com/2013/09/20/sby-bombardir-jokowi-dengan-strategi-perang-kota-594242.html
[3] Politik Blusukan sering diartikan sebagai terjun langsung dilapangan
[4] http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/09/15/5/181669/Jokowi-Pilih-Blusukan-ketimbang-Lobi-Politik
[5] http://sosok.kompasiana.com/2013/09/20/ridwan-kamil-seleb-plat-merah-rival-baru-jokowi-591515.html