Tulisan berikut fokusnya pada Santoso, Terorisme Poso merupakan rintisan
tulisan "Santoso: Aktor Papan Atas" yang dimuat pada blog ini.
Dari berita Kompas tentang Santoso,
dikemukakan bahwa masa perburuan Santoso diperpanjang 2 (Dua) bulan ke
depan. Episode perburuan tersebut masih sama dengan episode sebelumnya,
TNI bersama-sama POLRI memburu Santoso. DETIK juga mengulas berita
Santoso, dikemukakan bahwa telah ditangkap 2 (Dua) warga Riau yang akan
bergabung (berencana) dengan kelompok Santoso. Usaha tersebut digagalkan
oleh Djati.
Kasus kedua, penangkapan Ovan dan Dede warga Riau, menjelaskan bahwa
Santoso memiliki pengaruh besar dalam mengajak orang bergabung. Ini
berarti bahwa ada kelompok lain diluar dari kelompok Santoso yang sedang
diburu TNI/POLRI. Kelompok tersebut umumnya berperan dalam merekrut dan
usaha itu dilakukan dengan cara memberikan informasi (iklan) dari mulut
ke mulut atau cara yang lebih moderen menggunakan media sosial seperti
facebook dan twitter atau sejenisnya.
Pikir saya, selain hal yang tampak dari kasus kedua, maka sudah sangat
jelas bahwa Poso dipilih sebagai basis dari pergerakan radikalisme
agama. Lahannya sangat subur (wilayah Poso) disana untuk bisnis seperti
terorisme.
Pandangan ini sudah saya kemukakan sejak lama, sekitar tahun 2008, bahwa
Poso adalah wilayah uji coba kekuatan tertentu dimana kekuatan tersebut
adalah kekuatan radikal. Sementara peristiwa ini dinilai saya sebagai
bentuk pencemaran atas kewibawaan TNI/ POLRI sekaligus kewibawaan
Negara. TNI/ POLRI atau Negara menghadapi tantangan dan cobaan yang
besar, kewibawaan mereka (TNI, POLRI atau Negara) sedang diinjak oleh
kelompok radikalisme agama.
Kelompok peneror menginginkan Negara lemah dan mengikuti kemauan mereka (Teroris).
Kembali pada kasus kedua dan sepak terjang Santoso, bahwa tidak menutup
kemungkinan Santoso atau kelompok teroris lainnya yang ada di Poso
keberadaan mereka (Santoso atau kelompok teror lainnya) dimungkinkan
tetap ada, karena mungkin saja masyarakat mendukung baik disebabkan
sikap berpihak atau terpaksa mendukung sebab takut menerima perlakuan
tertentu yang tidak diinginkan, misalnya aksi pemenggalan kepala yang
dilakukan oleh teroris Indonesia.
Sehubungan itu, harapannya Tentara dan Polisi atau dalam hal ini Negara
dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, bukan
hanya mengupayakan keberhasilan misi perburuan Santoso. (drtobondo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar