Banyak dari mereka mengatakan bahwa :
kata hanyalah susunan huruf tanpa makna, sebaris menjadi paragraf, kakuh dan tak berarti
Banyak dari mereka mengatakan bahwa :
hidup adalah perjuangan, pengorbanan yang dilakukan adalah jalan keberhasilan
Tetapi hanya sedikit dari mereka mengatakan bahwa :
hidup adalah kebohongan semata-mata, polesan terbaik untuk mengangkat harga setinggi marga
Apa arti aku seorang diri tanpa polesan dan apa artinya polesan tanpa aku seorang diri
Tenggelam, Meratap, Menunggu dan Mengubah
Tak kunjung redup bahkan tak kunjung hidup
Merintih, Tertawa, Menangis dan Bercanda
Tak kunjung dingin bahkan tak kunjung panas
Hanya perut kenyang bernyanyi maka perut lapar menangis
Banyak dari mereka mengeluarkan kata bahwa :
huruf tanpa kalimat adalah kematian, sebaris kalimat menjadi senjata pembenaran bukan benar
Banyak dari mereka mengeluarkan kata bahwa :
hidup berbaik diri adalah berkah bagi diri sendiri, mengasihani diri orang lain untuk kepentingan diri sendiri
Tetapi hanya sedikit dari mereka mengeluarkan kata bahwa :
mulut dan lidah hanyalah alat untuk memperkuat polesan diri, polesan terbaik untuk menebar bohong
Apa arti hati dan pikiran seorang juwita dan arjuna dan apa artinya juwita juga arjuna tanpa hati atau pikir
Termenung, Lelap, Puas dan Bahagia
Tak kunjung susut bahkan tak kunjung redam
Menata, Merayap, Mengintip, Menengadah
Tak kunjung balas bahkan tak kunjung dendam
Hanya perut kenyang bernyanyi maka perut lapar menangis
Wahai penggembala ummat!
Anak Kampus CPC - Support us
Rabu, 28 November 2012
Kamis, 22 November 2012
Krisis Identitas Kewarganegaraan dan Integrasi Yang Semu
Baru-baru ini saya berdiskusi dengan beberapa orang di sekitar tempat tinggal. Diskusi kami dimulai dari sikap atau penilaian seputar Pemilihan Presiden Indonesia, tahun akan datang, tahun 2014. Saya terkejut juga merasa itu masuk akal dan wajar serta sangat beralasan apabila 40 orang menilai bahwa "mereka lebih baik memilih Ketua RT atau Ketua RW, sebab pemimpin itu bersentuhan langsung dengan mereka dan bisa memenuhi kebutuhan mereka"
Sikap ini mengandung makna yang dalam, pertama hal tersebut menggambarkan adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan dan kedua hal ini tentu saja menggambarkan krisis identitas kewarganegaraan. Hal serupa juga ternyata terjadi pada berbagai diskusi group di salah satu jejaring sosial., tetapi berbeda konteks! Ketika benar kita mengalami krisis identitas kewarganegaraan sebagai bangsa Indonesia yang satu dan utuh, sisi lain tanpa disadari kita lebih merasakan sebagai bangsa yang terikat dan terintegrasi dengan bangsa-bangsa lain misalnya menyangkut prahara di Gaza, Palestina! Saya dan sekian banyak orang, memilih untuk setuju pada gerakan Save Palestina dan Save for Peace Palestina - Israel. Ini satu langkah yang besar untuk menjadi bangsa yang utuh! Disamping itu saya memahami bahwa ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan luar biasa untuk memandang masyarakat juga menyangkut perubahan-perubahan yang bersifat kontekstual :
Saya sendiri masih perlu mengamati!
Selamat pagi, Indonesia...............
Sikap ini mengandung makna yang dalam, pertama hal tersebut menggambarkan adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan dan kedua hal ini tentu saja menggambarkan krisis identitas kewarganegaraan. Hal serupa juga ternyata terjadi pada berbagai diskusi group di salah satu jejaring sosial., tetapi berbeda konteks! Ketika benar kita mengalami krisis identitas kewarganegaraan sebagai bangsa Indonesia yang satu dan utuh, sisi lain tanpa disadari kita lebih merasakan sebagai bangsa yang terikat dan terintegrasi dengan bangsa-bangsa lain misalnya menyangkut prahara di Gaza, Palestina! Saya dan sekian banyak orang, memilih untuk setuju pada gerakan Save Palestina dan Save for Peace Palestina - Israel. Ini satu langkah yang besar untuk menjadi bangsa yang utuh! Disamping itu saya memahami bahwa ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan luar biasa untuk memandang masyarakat juga menyangkut perubahan-perubahan yang bersifat kontekstual :
- Ditengah krisis identitas kewarganegaraan, ternyata secara tidak langsung telah terjadi proses integrasi kehidupan ke arah yang lebih besar. Dimana hal tersebut mungkin saja mempengaruhi terjadinya krisis identitas kewarganegaraan.
- Kekecewaan terhadap pola kepemimpinan, manajemen dalam membawa negara dan sebagainya., merupakan aspek pengaruh yang besar untuk mendorong seseorang memilih sesuatu yang dirasakan langsung bersentuhan dengan kebutuhannya atau setidaknya dapat memberikan dirinya jaminan yang secara kontekstual benar-benar terjadi. Selain itu, kekecewaaan ini kemudian dipandang sebagai awal dari dorongan seseorang atau sekelompok orang melembagakan dirinya (integrasi) dalam kesatuan yang lebih besar bertujuan untuk berusaha mencegah jangan terjadi lagi kegagalan yang sama seperti dialaminya pada negara masing-masing. Secara umum disini, setiap individu atau kelompok tertentu tidak menginginkan hal terjelek yang terjadi di negaranya berlaku pada negara lain. Dimana sikap yang ditonjolkan adalah "lebih baik saya yang hancur dan kehancuran yang saya alami adalah pelajaran bagi orang lain sehingga setidaknya saya dapat memberikan pelajaran tersebut bagi yang lain dan yang lain itu bisa lebih baik dari saya sendiri".
Saya sendiri masih perlu mengamati!
Selamat pagi, Indonesia...............
Rabu, 21 November 2012
Obama di Amerika Serikat dan Jokowi di Jakarta untuk Menerawang Pilpres 2014
Indonesia mencari pemimpin? Sebagai warga negara yang baik, tentu saya masih bertanya-tanya siapa Pemimpin mendatang yang akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik? Bukan berarti bahwa Pemimpin kurang baik kinerjanya atau kurang baik membawa Indonesia menjadi yang lebih baik! Setiap pemimpin pasti punya minus-plus nya. Dalam tulisan ini, saya ingin mengangkat model kepemimpinan mendatang, siapa dan bagaimana polanya ketika Indonesia memasuki Pilihan Presiden 2014?
Obama sudah terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat, sekarang Obama terpilih lagi. Fenomena apa dibalik terpilihnya Obama? Saya disini menaruh perhatian pada pokok amatan yang umumnya sama dengan pandangan para pengamat lainnya, Obama bukan dari ras kulit putih tapi ia dipilih masyarakat. Dengan sendirinya, masyarakat Amerika Serikat bukan masyarakat ekslusif sebab mereka dapat membuka diri untuk orang lain yang dipercaya mampu membawa kehidupan jauh lebih baik. Demikian juga Jokowo, Gubernur DKI Jakarta., Jokowi berasal dari Solo dengan latarbelakang sosial budaya yang ada berbeda sedikit juga backgroundnya yang konon disinyalir menjadi tekanan ceramah SARA Rhoma Irama, sehingga Jokowi harus memberikan respon berupa ketidaksetujuan atas bahan "obrolan Raja Dangdut". Terpilihnya Jokowi, membuktikan bahwa masyarakat di Jakarta dan umumnya masyarakat Indonesia (ketika masyarakat merespon substansi ceramah Rhoma Irama) mengarah seperti perubahan perilaku masyarakat di Amerika Serikat, menuju masyarakat terbuka? Ya, untuk kasus tematisnya saat ini, tapi saya berharap ini juga akan menjadi permanen, ketika perubahan itu sudah pada titik finalnya (hasil jadi).
Peristiwa ini juga belum menjadi jaminan pada trend Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014. Apakah masyarakat siap dan pasti menerima Presiden yang berasal dari Luar Jawa? ataukah masih seputar calon dari Dalam Jawa? Siapkah masyarakat Indonesia menerima Presiden jika seandainya seorang Presiden berasal dari salah satu agama yang bukan agama mayoritas di Indonesia?
Meski ada indikasi bahwa sulit untuk menerima Presiden yang bukan berasal dari Jawa dimana secara populasi penduduknya dan kosentrasi pembangunannya juga titik arus kebijakannya berada di Jawa sehingga sulit untuk seorang Presiden yang berasal dari Luar Jawa mengambil potensi itu, tapi saya masih percaya ada peluang yang cukup kuat apabila seorang Calon Presiden dapat melakukan :
- Pola pendekatan yang sama dari pendekatan beragam calon kandidat politik pada kancah pemilihan Kepala Daerah, Provinsi dan sebagainya yang bermuara pada pendekatan Visualisasi Aktor.
- Secara konkret telah melakukan berbagai upaya-upaya yang tidak hanya sekedar wacana tapi hasil yang benar-benar dirasakan.
- Tidak hanya melakukan pendekatan pada elite-elite saja tetapi harus ke "akar rumput" untuk memperkuat posisi sebab elit secara kuantitas jauh lebih sedikit dibanding "akar rumput" yang tidak sedikit, tapi bukan berarti pendekatan terhadap elite tidak dilakukan. Itu masih dilakukan hanya saja mengubah orientasi pendekatan yang dulunya terlalu terkonsentrasi pada elite semata-mata.
- Sebagai alat jaminan jika sudah terpilih juga jaminan masa datang, setidaknya wujudkan janji menjadi kenyataan agar hal tersebut berfungsi sebagai instrumen komunikasi politik dan baik untuk pencalonan masa datang.
Saya berharap pandangan ini setidaknya mempengaruhi perubahan pola pencalonan dan sikap masyarakat Indonesia dalam memandang individu yang berpotensi memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia ke arah yang lebih baik. Siapkah kita?
Terima kasih, wassalam
Senin, 19 November 2012
Gak Masuk Nominasi, Pemkot Bandar Lampung Unjuk Sikap
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-Pemprov Lampung menilai langkah Pemkot Bandar
Lampung melakukan aksi unjuk rasa akibat mendapatkan nilai terendah
dalam penilaian Adipura 2012 kurang tepat.
Sekretaris Provinsi Lampung Berlian Tihang mengatakan, sebagai lembaga pemerintahan, Pemkot Bandar Lampung tidak seharusnya menyampaikan aspirasi dengan cara berunjuk rasa. Pemkot dapat langsung menemui pemprov maupun pemerintah pusat untuk berdiskusi mencari solusi.
"Saya kira tinggal menghadap saja kalau merasa penilaian kurang pas. Ini kan sama-sama lembaga pemerintahan. Justru tinggal bertemu. Bukan melalui demonstrasi," terang Berlian, Senin (11/6/2012).
Menurut Berlian, pemprov tentunya akan membantu setiap pemerintah kabupaten/kota yang mengalami persoalan, untuk hal apapun. "Kalau kabupaten/kota rusak, tentunya provinsi ikut rusak. Pemprov tentu akan turut membela dan berpihak kepada pemkot," ungkap Berlian.
Pemkot Bandar Lampung melakukan aksi unjuk rasa ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Jumat (8/6/2012) dan Senin (11/6/2012). Pemkot pun melakukan berunjuk rasa ke Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Lampung. Aksi tersebut melibatkan beberapa aparatur pemerintahan.
"Pak Gubernur kurang sepakat apabila aparat ikut demonstrasi. Contohnya, waktu pegawai RSUAM melakukan demonstrasi. PNS ikut demonstrasi langsung dipindahkan. Kan tinggal bertemu saja. Tidak perlu demonstrasi," papar Berlian.
Penilaian Adipura oleh tim KLH, menurut Berlian, bisa saja keliru. Pasalnya, tim penilai juga manusia. Meskipun begitu, Pemkot Bandar Lampung tetap harus melakukan koreksi diri. "Kalau memang penilaian kurang bagus, ke depan, hal itu tentunya harus kita perbaiki bersama," tutur Berlian.
Masyarakat Bandar Lampung, sambung Berlian, mungkin melihat Kota Bandar Lampung sudah bersih. Tetapi barangkali, KLH melihat ada kota lain yang lebih bersih. Sehingga, KLH memberikan penilaian lebih baik pada kota lain.
Sekretaris Provinsi Lampung Berlian Tihang mengatakan, sebagai lembaga pemerintahan, Pemkot Bandar Lampung tidak seharusnya menyampaikan aspirasi dengan cara berunjuk rasa. Pemkot dapat langsung menemui pemprov maupun pemerintah pusat untuk berdiskusi mencari solusi.
"Saya kira tinggal menghadap saja kalau merasa penilaian kurang pas. Ini kan sama-sama lembaga pemerintahan. Justru tinggal bertemu. Bukan melalui demonstrasi," terang Berlian, Senin (11/6/2012).
Menurut Berlian, pemprov tentunya akan membantu setiap pemerintah kabupaten/kota yang mengalami persoalan, untuk hal apapun. "Kalau kabupaten/kota rusak, tentunya provinsi ikut rusak. Pemprov tentu akan turut membela dan berpihak kepada pemkot," ungkap Berlian.
Pemkot Bandar Lampung melakukan aksi unjuk rasa ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Jumat (8/6/2012) dan Senin (11/6/2012). Pemkot pun melakukan berunjuk rasa ke Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Lampung. Aksi tersebut melibatkan beberapa aparatur pemerintahan.
"Pak Gubernur kurang sepakat apabila aparat ikut demonstrasi. Contohnya, waktu pegawai RSUAM melakukan demonstrasi. PNS ikut demonstrasi langsung dipindahkan. Kan tinggal bertemu saja. Tidak perlu demonstrasi," papar Berlian.
Penilaian Adipura oleh tim KLH, menurut Berlian, bisa saja keliru. Pasalnya, tim penilai juga manusia. Meskipun begitu, Pemkot Bandar Lampung tetap harus melakukan koreksi diri. "Kalau memang penilaian kurang bagus, ke depan, hal itu tentunya harus kita perbaiki bersama," tutur Berlian.
Masyarakat Bandar Lampung, sambung Berlian, mungkin melihat Kota Bandar Lampung sudah bersih. Tetapi barangkali, KLH melihat ada kota lain yang lebih bersih. Sehingga, KLH memberikan penilaian lebih baik pada kota lain.
Minggu, 18 November 2012
MENGINTIP CINDERELLA (DIBALIK CERITA SEPATU CINDERELLA) * Bagian 2
Membalikkan Kenyataan dan Hegemoni Pandangan
Kristianto Simuru., Sosiolog Muda, memiliki pandangan yang unik dalam memahami cerita dibalik sepatu Cinderella. Ia mengemukakan pandangannya tersebut ketika saya memposting tulisan berjudul MENGINTIP CINDERELLA Bagian Pertama di dinding group BUKAN SUSUPO.
Umumnya saya memahami bahwa Cinderella itu memiliki dualisme tekanan cerita selain dari sikap penghormatan terhadap perempuan tetapi juga menggambarkan banyak aspek sebagaimana pandangan Simuru :
.....Apa menghormati perempuan? itu justru menceritakan dualisme perempuan. ada remaja baik ada remaja buruk. ada ibu yang baik ada ibu yang buruk, perempuan gode ba jerawat selalu dikaitkan dengan si jahat. yang langsing mulus suara gemulai selalu dikaitkan dengna si baik. bagi saya ini cerita diskriminasi ke cantikan. mengapa cinderella tidak di ceritakan berhidung babi dan beratnya 100 kg. dasar seniman ababil wkowkwowk (solidaritas orang orang jelek )
.....cinderella ini simbol kapitalisme dunia barat. mereka selalu menunjukan bahwa wanita yang cantik itu putih dan langsing agar cream pemutih mereka laku terjual dan rumah-rumah sakit tempat operasi plastik laris manis . akibatnya sekarang kalau ke uksw saya selalu ngeri liat perempuan kulitnya kok bisa zebra gitu. mukanya putih, kakinya hitam...wkwokwow. begitu pula dengan mrk yang ingin jadi pangeran...pangeran harus tinggi berotot dan lain lain.
Jadi disini tampaknya memang benar bahwa Cinderella, tak lain ialah cerita yang ingin memaksakan parameter tertentu untuk mempengaruhi seseorang sehingga seseorang tentu akan menempatkan dirinya sebagaimana parameter atau standar-standar tertentu yang dipaksakan berlaku juga bukan sebagai suatu kebenaran tetapi justeru yang terjadi adalah pembenaran!
Hubungan Perempuan dan Laki-laki
Dalam cerita Cinderela, saya dapat menemukan beberapa bagian yang menarik untuk dibicarakan :
Kristianto Simuru., Sosiolog Muda, memiliki pandangan yang unik dalam memahami cerita dibalik sepatu Cinderella. Ia mengemukakan pandangannya tersebut ketika saya memposting tulisan berjudul MENGINTIP CINDERELLA Bagian Pertama di dinding group BUKAN SUSUPO.
Umumnya saya memahami bahwa Cinderella itu memiliki dualisme tekanan cerita selain dari sikap penghormatan terhadap perempuan tetapi juga menggambarkan banyak aspek sebagaimana pandangan Simuru :
.....Apa menghormati perempuan? itu justru menceritakan dualisme perempuan. ada remaja baik ada remaja buruk. ada ibu yang baik ada ibu yang buruk, perempuan gode ba jerawat selalu dikaitkan dengan si jahat. yang langsing mulus suara gemulai selalu dikaitkan dengna si baik. bagi saya ini cerita diskriminasi ke cantikan. mengapa cinderella tidak di ceritakan berhidung babi dan beratnya 100 kg. dasar seniman ababil wkowkwowk (solidaritas orang orang jelek )
.....cinderella ini simbol kapitalisme dunia barat. mereka selalu menunjukan bahwa wanita yang cantik itu putih dan langsing agar cream pemutih mereka laku terjual dan rumah-rumah sakit tempat operasi plastik laris manis . akibatnya sekarang kalau ke uksw saya selalu ngeri liat perempuan kulitnya kok bisa zebra gitu. mukanya putih, kakinya hitam...wkwokwow. begitu pula dengan mrk yang ingin jadi pangeran...pangeran harus tinggi berotot dan lain lain.
Jadi disini tampaknya memang benar bahwa Cinderella, tak lain ialah cerita yang ingin memaksakan parameter tertentu untuk mempengaruhi seseorang sehingga seseorang tentu akan menempatkan dirinya sebagaimana parameter atau standar-standar tertentu yang dipaksakan berlaku juga bukan sebagai suatu kebenaran tetapi justeru yang terjadi adalah pembenaran!
Hubungan Perempuan dan Laki-laki
Dalam cerita Cinderela, saya dapat menemukan beberapa bagian yang menarik untuk dibicarakan :
- Cinderella dalam cerita, adalah sosok perempuan yang mengalami diskriminasi besar, tokoh cerita yang mengalami penderitaan luar biasa dimana dirinya diperbudak. Ketika mengalami situasi ini, maka seseorang akan berfantasi tentang kenikmatan tertentu yang sekiranya kenikmatan tersebut dapat menolong dirinya untuk keluar dari penderitaan itu. Jadi dapat dikatakan bahwa penderitaan memang benar membuat seseorang tak berdaya tetapi justeru penderitaan yang dialami seseorang akan mendorong dirinya menciptakan berbagai fantasi dimana fantasi tersebut akhirnya dapat memberikannya ketenangan. Meski ketenangan sesaat!
- Tak lebih dari itu, masa-masa Cinderella yang secara psikologis merupakan masa pertumbuhan perempuan dewasa, mungkin saja sosok pangeran yang tampan dan serba ada atau bergelimpahan adalah dorongan seksual spontan baik ketika Cinderella mengalami penderitaan atau ketika tidak dibuat menderita.
- Dalam kasus lain, memang benar yang dikatakan oleh Kristianto Simuru bahwa telah terjadi pemaksaan terhadap parameter tertentu sehingga seseorang dan orang lainnya akan memandang serta memiliki kesamaan pandangan tentang kecantikkan itu bahwa kecantikkan selalu identik dengan postur tubuh yang ideal, kulit tubuh yang kencang, payudara yang montok, bibir dan struktur fisik lainnya. Sedangkan kecantikan dalam pengertian tertentu selalu diidentikkan dengan kekokohan, populeritas serta kemewahan.
MENGINTIP CINDERELLA (DIBALIK CERITA SEPATU CINDERELLA)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh SurLaLuneFairytales.com,
sumber awal cerita Cinderella justru berasal dari China, ditulis oleh
Tuan Ch’eng-shih di pertengahan abad ke 9 (850-860 M). Pangeran dalam
cerita tersebut dikenal sebagai Yeh-shen. Tidak disebutkan siapa nama
ibu peri dalam cerita versi awal ini. Referensi kisah Cinderella selanjutnya ditulis ulang di abad ke 16
oleh sastrawan Jerman, namun tak diketahui namanya. Dalam tulisan ini
mulai ditambahkan cerita tentang ibu peri, tentang kereta labu dan
binatang-binatang kecil seperti tikus dan tupai atau cerpelai yang
menolong Cinderella. Sampai selanjutnya di tahun 1697, seorang Perancis
yang bernama Charles Perrault menyalin kisah Cinderella ke dalam
bahasanya sendiri, dengan judul Contes de ma Mere L’Oye. Dalam kisah Cinderella sebelumnya, sepatu Cinderella terbuat dari
bulu tupai berwarna putih dan abu-abu. Bahasa Perancis untuk kata bulu
adalah ‘vair’. Charles salah menyalin, bahwa sepatu Cinderella terbuat
dari ‘verre’, yang bunyinya sama dengan ‘vair’, namun berbeda artinya
yaitu ‘kaca’ (Sumber : http://iufos.wordpress.com/2011/04/25/asal-usul-cerita-cinderella/)
Dalam kaitannya dengan saya sendiri., saya merasa tertarik untuk mengangkat Cinderella dalam bahan obrolan Pengamat Sosial. Dimana saya mengangkat hal-hal terkait "Dibalik Cerita Sepatu Cinderella" yang disinkronkan dengan konteks kemasyarakatan di Indonesia.
Masa kecil saya (juga umumnya kita semua), cerita Cinderella terkenal oleh beberapa tekanan sepatu kaca dan pangeran, pesta dansa, peri dan kereta yang disulap dari labu besar dimana para tikus disulap menjadi kuda penarik kereta, dua saudara tiri Cinderella beserta ibu Tiri yang memperlakukannya tidak baik dan penderitaan Cinderella. Jadi tekanan cerita inilah yang akan direfleksikan dengan kondisi kemasyarakatan di Indonesia untuk menggambarkan potret anak muda (khususnya perempuan dan umumnya laki-laki) dan masyarakat secara umum.
Pain for Beauty
Jaman moderen sekarang ini, tak berbeda dari situasi dalam cerita Cinderella. Alasannya disebabkan oleh prinsip "Biar Sakit Asal Cantik" (Pain for Beauty). Dalam cerita asli Cinderella, saat Pangeran mencari pemilik sepatu kaca kemudian berkunjung ke rumah Cinderella, Ibu Tiri Upik Abu berusaha sangat keras agar anak-anaknya terpilih sebagai pemilik sepatu. Puteri yang kakinya kebesaran, jari-jarinya dipotong agar muat. Sementara Puteri yang kakinya kekecilan digilas dengan roda gerobak kuda yang sangat berat. Pada akhirnya, cara tersebut tidak berhasil karena sepatu kaca itu tidak muat untuk kedua kakak beradik itu.. Kemudian, Sepatu Kaca akhirnya dimiliki oleh Cinderella, Cinderella yang muat kakinya di sepatu sehingga Pangeran pun membawanya pergi.
Pangeran adalah simbol dari kemewahan, kemapanan dan kedudukan sosial tertinggi. Itu juga bagian dari simbol kecantikan. Meski pun kecantikan lebih identik pada dunia perempuan. Berkaitan dengan ini, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu akan berlomba-lomba, meski umumnya ditahu bahwa dalam mencapai suatu kenikmatan atau kecantikan seluruhnya butuh proses termasuk proses berkorban secara material maupun non material. Dibanyak kasus, sekelompok perempuan yang tak tahan dengan kondisi sosial ekonomi harus memilih berpura-pura dan melakoni diri sebagai "tokoh" yang diciptakan mereka sendiri misalnya anak yang berasal dari orang kaya (padahal tidak demikian). Disamping itu, tidak sedikit para perempuan harus memilih jalan sesat misalnya menjajakan diri kepada para lelaki hidung belang. Ada lagi yang harus menjual organ tubuhnya, hanya untuk memenuhi suatu tujuan hidup sesaat. Tentu bisa dibayangkan bagaimana hasil yang akan dituai kemudian?
Dalam konteks kepemimpinan terutama menyangkut seseorang yang menggerakkan roda pemerintahan dimana individu bersangkutan berperan besar untuk mensejahterakan kehidupan banyak orang, seringkali terjadi seseorang hanya menginginkan performance yang baik dan sempurna terlihat dimata dunia misalnya membangun sejumlah gedung tinggi dan gedung tertinggi, banyak memiliki mall atau pertokoan elite, berbagai pemukiman elit marak bertumbuh disuatu kawasan, pertumbuhan ekonomi yang secara kuantitas tidak terwakili dengan kondisi secara kualitas misalnya situasi masyarakat pada berbagai wilayah, pembayaran pajak yang kurang sesuai karena sebagian besar masyarakat kurang merasakan itu bermanfaat, terjepit oleh harga-harga yang tak bisa dikendalikan sehingga menyebabkan masyarakat semakin terjepit pula, minimnya akses untuk hidup lebih baik dan sebagainya yang seluruh itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Malahan hal tersebut dipandang sebagai "kompensasi dari pendekatan atau kebijakan tertentu!"
>>> BERSAMBUNG DALAM URAIAN AKAN DATANG!
Dalam kaitannya dengan saya sendiri., saya merasa tertarik untuk mengangkat Cinderella dalam bahan obrolan Pengamat Sosial. Dimana saya mengangkat hal-hal terkait "Dibalik Cerita Sepatu Cinderella" yang disinkronkan dengan konteks kemasyarakatan di Indonesia.
Masa kecil saya (juga umumnya kita semua), cerita Cinderella terkenal oleh beberapa tekanan sepatu kaca dan pangeran, pesta dansa, peri dan kereta yang disulap dari labu besar dimana para tikus disulap menjadi kuda penarik kereta, dua saudara tiri Cinderella beserta ibu Tiri yang memperlakukannya tidak baik dan penderitaan Cinderella. Jadi tekanan cerita inilah yang akan direfleksikan dengan kondisi kemasyarakatan di Indonesia untuk menggambarkan potret anak muda (khususnya perempuan dan umumnya laki-laki) dan masyarakat secara umum.
Pain for Beauty
Jaman moderen sekarang ini, tak berbeda dari situasi dalam cerita Cinderella. Alasannya disebabkan oleh prinsip "Biar Sakit Asal Cantik" (Pain for Beauty). Dalam cerita asli Cinderella, saat Pangeran mencari pemilik sepatu kaca kemudian berkunjung ke rumah Cinderella, Ibu Tiri Upik Abu berusaha sangat keras agar anak-anaknya terpilih sebagai pemilik sepatu. Puteri yang kakinya kebesaran, jari-jarinya dipotong agar muat. Sementara Puteri yang kakinya kekecilan digilas dengan roda gerobak kuda yang sangat berat. Pada akhirnya, cara tersebut tidak berhasil karena sepatu kaca itu tidak muat untuk kedua kakak beradik itu.. Kemudian, Sepatu Kaca akhirnya dimiliki oleh Cinderella, Cinderella yang muat kakinya di sepatu sehingga Pangeran pun membawanya pergi.
Pangeran adalah simbol dari kemewahan, kemapanan dan kedudukan sosial tertinggi. Itu juga bagian dari simbol kecantikan. Meski pun kecantikan lebih identik pada dunia perempuan. Berkaitan dengan ini, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu akan berlomba-lomba, meski umumnya ditahu bahwa dalam mencapai suatu kenikmatan atau kecantikan seluruhnya butuh proses termasuk proses berkorban secara material maupun non material. Dibanyak kasus, sekelompok perempuan yang tak tahan dengan kondisi sosial ekonomi harus memilih berpura-pura dan melakoni diri sebagai "tokoh" yang diciptakan mereka sendiri misalnya anak yang berasal dari orang kaya (padahal tidak demikian). Disamping itu, tidak sedikit para perempuan harus memilih jalan sesat misalnya menjajakan diri kepada para lelaki hidung belang. Ada lagi yang harus menjual organ tubuhnya, hanya untuk memenuhi suatu tujuan hidup sesaat. Tentu bisa dibayangkan bagaimana hasil yang akan dituai kemudian?
Dalam konteks kepemimpinan terutama menyangkut seseorang yang menggerakkan roda pemerintahan dimana individu bersangkutan berperan besar untuk mensejahterakan kehidupan banyak orang, seringkali terjadi seseorang hanya menginginkan performance yang baik dan sempurna terlihat dimata dunia misalnya membangun sejumlah gedung tinggi dan gedung tertinggi, banyak memiliki mall atau pertokoan elite, berbagai pemukiman elit marak bertumbuh disuatu kawasan, pertumbuhan ekonomi yang secara kuantitas tidak terwakili dengan kondisi secara kualitas misalnya situasi masyarakat pada berbagai wilayah, pembayaran pajak yang kurang sesuai karena sebagian besar masyarakat kurang merasakan itu bermanfaat, terjepit oleh harga-harga yang tak bisa dikendalikan sehingga menyebabkan masyarakat semakin terjepit pula, minimnya akses untuk hidup lebih baik dan sebagainya yang seluruh itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Malahan hal tersebut dipandang sebagai "kompensasi dari pendekatan atau kebijakan tertentu!"
>>> BERSAMBUNG DALAM URAIAN AKAN DATANG!
“POLITIK PATENDE dan Pemilihan Pucuk Pimpinan Sinode GKST Periode 2012-2016”
Patende itu disama-artikan dengan kalimat “angka kong banting
(dalam dialek masyarakat umumnya di Sulawesi, artinya Angkat Lalu
Banting)”, jadi bisa diramalkan maksud dari tulisan ini baik arah dan
tekanannya. Kemudian berikutnya, politik, saya tidak perlu lagi
menjelaskan makna atau arti politik itu sendiri.
Singkat, mungkin kita dapat bersepakat bahwa politik adalah cara
mengatur dimana mengatur itu perlu perencanaan, perhitungan dan
pendekatan-pendekatan serta parameter atau ukuran dan paradigma atau
cara pandang. Disisi lain, saya menautkan dua kata menjadi satu makna
yaitu “politik patende”.
Saya sebenarnya enggan untuk membicarakan atau mengangkat issue-issue tematis misalnya terkait Proses Penetapan Pucuk Pimpinan Sinode GKST Periode 2012 – 2016 yang sedang (mungkin saja) berjalan. Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah yang tersebar di luar Pulau Jawa dan Pulau Jawa, mereka yang secara genelogis lahir dan mendapat pelayanan dari GKST, berpartisipasi secara penuh serta merefleksikan diri dengan berbagai cara untuk menyambut hari bahagia itu baik persidangan Sinode GKST atau bertepatan dengan Proses Penetapan Pucuk Pimpinan lingkup GKST.
Mmmmmmm….
Beberapa warga juga menginformasikan secara tertulis dan lisan untuk sekian banyak tentang sikap beberapa tokoh gereja yang menolak untuk dicalonkan menjadi Ketua Umum atau menduduki pucuk pimpinan Sinode GKST periode 2012-2016. Tetapi menariknya disini ialah bahwa sebelum proses penetapan atau pemilihan, sudah terjadi jauh hari negosiasi yang sebenarnya itu lebih identik dalam dunia sosial dan politik (lebih condong ke dunia politik jika itu dilakukan dengan pola dan berbagai bentuk komunikasi, orientasi yang bersifat politis, kontrak-kontrak tertentu yang sudah tentu dilakukan oleh seorang aktor, tawar menawar bargaining politik yang memperkuat suatu kontrak),- persoalannya itu lebih besar jika dikaitkan dengan dunia politik. Maka racun duniawi sudah tentu merasuk dimana gereja dan elit disama-sederajatkan dengan elit-elit atau organisasi politik demikian juga seluruh orientasinya.
Tidak mengherankan apabila beberapa orang telah memberikan warning sosial terlebih dahulu karena adanya pandangan yang sedemikian beralasan dan sedemikian kuat antara lain pandangan analitis praktis dari Dimba Tumimomor (ngkai, dalam dialek masyarakat Poso artinya Opa atau Mbah pada masyarakat Jawa) termasuk saya dan sebagian besar orang lainnya (warga Gereja juga warga Non Gereja yang berasal dari berbagai kelompok agama yang ada).
Kemudian, tidak mengherankan juga apabila sudah ada terlebih dahulu kongko-kongko, pembicaraan seputar kontrak dan pendekatan yang akhirnya sudah menghasilkan dua versi pilihan pucuk pimpinan Sinode GKST periode 2012-2016. Sangat dilematiskah? Sedemikian dilematiskah? Jawabannya YA!
Tokoh-tokoh Gereja dilingkup GKST yang menolak untuk dicalonkan pada pucuk pimpinan tentu memiliki alasan yang besar dan mendasar juga sudah mengenal baik metode politis yang kini marak menjangkiti tradisi gereja dalam pemilihan pucuk pimpinan… Wahhhh dan WOW, juga patut untuk mendorong saya mengatakan “WOW GITU?”
Saya kemudian mengingat dan mencari serta mencoba menayangkan beberapa data penelitian disertasi saya tentang DESA METRO yang secara umum itu sederhana saja hanya menyoroti seputar interaksi semata-mata bahwa 60 tokoh agama mengatakan kepada saya (Adriani Galry Adoniram) “saya tidak mau dipilih karena saya sudah tau saya tidak akan dipilih sebab sudah ada kesepakatan dibelakang layar untuk pemimpin akan datang di Poso. Masyarakat kita (Poso) umumnya begitu juga ini yang saya tau (mungkin pandangan saya apa adanya karena pendidikan saya terbatas) karakter masyarakat Indonesia! Disini banyak yang suka jadi kayu basah!”
Pertanyaan berikut ialah mengapa Pdt. DR. Yuberlian Padele harus diposisikan pada Ketua I untuk versi seleksi yang disebutkan dalam rubrik “Parata Ndaya” milik Dimba Tumimomor yang dkirim oleh seorang member group tersebut, Rohani Rangga, bukankah secara populasi perempuan di GKST jauh lebih banyak? Benarkah gereja masih mempraktekkan status QUO dimana kedudukan laki-laki jauh lebih tinggi pengaruhnya daripada kedudukan perempuan? Apakah sejarah kepemimpinan gereja dilingkungan GKST hanya berhenti sampai kepada Pendeta Agustina Lumentut sebagai tokoh pertama perempuan yang memegang jabatan pimpinan (Ketua Umum Sinode GKST)? Mengapa harus ada suatu kalimat tertentu yang bisa ditafsir dan memunculkan banyak pandangan beralasan bahwa “Pdt. DR. Yuberlian Padele baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi” Siapakah yang dibelakang layar mencoba untuk memproduksi kemudian hasil kreasi tersebut menjadi opini atau pandangan banyak orang termasuk informasi yang ditulis oleh Rohani Rangga? (Dalam kasus ini yang menarik bagi saya terletak pada seseorang yang memproduksi wacana tersebut, bagian ini sudah menjadi baku dalam pendekatan strategis dari politik wacana., sehingga hasilnya ialah pembentukan opini public terkait aktor yang dicalonkan. Dampaknya adalah posisi politik melemah”
Prinsip saya, siapa saja saya support untuk menduduki pucuk pimpinan sinode GKST tetapi prosesnya jangan dicampur-adukan seperti orang membuat kue atau bangunan! Semakin banyak campuran akan sulit untuk membongkar, bangunan yang kokoh belum tentu bangunan yang baik sebab kekokohan cenderung bagian dari suatu sikap yang sukar menerima kritikan, egois, sangat primordial, mungkin saja barbarian atau sangat agresif. Bangunan yang bagus adalah bangunan yang standar-standar saja dan mudah untuk direnovasi. Sementara dalam kasus pembuatan kue, jika kue itu terlalu banyak campurannya maka kue akan terasa hambar, tidak enak untuk dimakan bahkan tidak enak untuk dilihat.
Saya sebenarnya enggan untuk membicarakan atau mengangkat issue-issue tematis misalnya terkait Proses Penetapan Pucuk Pimpinan Sinode GKST Periode 2012 – 2016 yang sedang (mungkin saja) berjalan. Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah yang tersebar di luar Pulau Jawa dan Pulau Jawa, mereka yang secara genelogis lahir dan mendapat pelayanan dari GKST, berpartisipasi secara penuh serta merefleksikan diri dengan berbagai cara untuk menyambut hari bahagia itu baik persidangan Sinode GKST atau bertepatan dengan Proses Penetapan Pucuk Pimpinan lingkup GKST.
Mmmmmmm….
Beberapa warga juga menginformasikan secara tertulis dan lisan untuk sekian banyak tentang sikap beberapa tokoh gereja yang menolak untuk dicalonkan menjadi Ketua Umum atau menduduki pucuk pimpinan Sinode GKST periode 2012-2016. Tetapi menariknya disini ialah bahwa sebelum proses penetapan atau pemilihan, sudah terjadi jauh hari negosiasi yang sebenarnya itu lebih identik dalam dunia sosial dan politik (lebih condong ke dunia politik jika itu dilakukan dengan pola dan berbagai bentuk komunikasi, orientasi yang bersifat politis, kontrak-kontrak tertentu yang sudah tentu dilakukan oleh seorang aktor, tawar menawar bargaining politik yang memperkuat suatu kontrak),- persoalannya itu lebih besar jika dikaitkan dengan dunia politik. Maka racun duniawi sudah tentu merasuk dimana gereja dan elit disama-sederajatkan dengan elit-elit atau organisasi politik demikian juga seluruh orientasinya.
Tidak mengherankan apabila beberapa orang telah memberikan warning sosial terlebih dahulu karena adanya pandangan yang sedemikian beralasan dan sedemikian kuat antara lain pandangan analitis praktis dari Dimba Tumimomor (ngkai, dalam dialek masyarakat Poso artinya Opa atau Mbah pada masyarakat Jawa) termasuk saya dan sebagian besar orang lainnya (warga Gereja juga warga Non Gereja yang berasal dari berbagai kelompok agama yang ada).
Kemudian, tidak mengherankan juga apabila sudah ada terlebih dahulu kongko-kongko, pembicaraan seputar kontrak dan pendekatan yang akhirnya sudah menghasilkan dua versi pilihan pucuk pimpinan Sinode GKST periode 2012-2016. Sangat dilematiskah? Sedemikian dilematiskah? Jawabannya YA!
Tokoh-tokoh Gereja dilingkup GKST yang menolak untuk dicalonkan pada pucuk pimpinan tentu memiliki alasan yang besar dan mendasar juga sudah mengenal baik metode politis yang kini marak menjangkiti tradisi gereja dalam pemilihan pucuk pimpinan… Wahhhh dan WOW, juga patut untuk mendorong saya mengatakan “WOW GITU?”
Saya kemudian mengingat dan mencari serta mencoba menayangkan beberapa data penelitian disertasi saya tentang DESA METRO yang secara umum itu sederhana saja hanya menyoroti seputar interaksi semata-mata bahwa 60 tokoh agama mengatakan kepada saya (Adriani Galry Adoniram) “saya tidak mau dipilih karena saya sudah tau saya tidak akan dipilih sebab sudah ada kesepakatan dibelakang layar untuk pemimpin akan datang di Poso. Masyarakat kita (Poso) umumnya begitu juga ini yang saya tau (mungkin pandangan saya apa adanya karena pendidikan saya terbatas) karakter masyarakat Indonesia! Disini banyak yang suka jadi kayu basah!”
Pertanyaan berikut ialah mengapa Pdt. DR. Yuberlian Padele harus diposisikan pada Ketua I untuk versi seleksi yang disebutkan dalam rubrik “Parata Ndaya” milik Dimba Tumimomor yang dkirim oleh seorang member group tersebut, Rohani Rangga, bukankah secara populasi perempuan di GKST jauh lebih banyak? Benarkah gereja masih mempraktekkan status QUO dimana kedudukan laki-laki jauh lebih tinggi pengaruhnya daripada kedudukan perempuan? Apakah sejarah kepemimpinan gereja dilingkungan GKST hanya berhenti sampai kepada Pendeta Agustina Lumentut sebagai tokoh pertama perempuan yang memegang jabatan pimpinan (Ketua Umum Sinode GKST)? Mengapa harus ada suatu kalimat tertentu yang bisa ditafsir dan memunculkan banyak pandangan beralasan bahwa “Pdt. DR. Yuberlian Padele baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi” Siapakah yang dibelakang layar mencoba untuk memproduksi kemudian hasil kreasi tersebut menjadi opini atau pandangan banyak orang termasuk informasi yang ditulis oleh Rohani Rangga? (Dalam kasus ini yang menarik bagi saya terletak pada seseorang yang memproduksi wacana tersebut, bagian ini sudah menjadi baku dalam pendekatan strategis dari politik wacana., sehingga hasilnya ialah pembentukan opini public terkait aktor yang dicalonkan. Dampaknya adalah posisi politik melemah”
Prinsip saya, siapa saja saya support untuk menduduki pucuk pimpinan sinode GKST tetapi prosesnya jangan dicampur-adukan seperti orang membuat kue atau bangunan! Semakin banyak campuran akan sulit untuk membongkar, bangunan yang kokoh belum tentu bangunan yang baik sebab kekokohan cenderung bagian dari suatu sikap yang sukar menerima kritikan, egois, sangat primordial, mungkin saja barbarian atau sangat agresif. Bangunan yang bagus adalah bangunan yang standar-standar saja dan mudah untuk direnovasi. Sementara dalam kasus pembuatan kue, jika kue itu terlalu banyak campurannya maka kue akan terasa hambar, tidak enak untuk dimakan bahkan tidak enak untuk dilihat.
Selasa, 13 November 2012
Pola asuh anak pengaruhi pandangan politik
Sebuah studi menunjukkan anak-anak yang berwatak penakut dan dibesarkan oleh orang
taua yang mementingkan kepatuhan cenderung mendukkung ideologi
konservatig ketika ia dewasa. Tim peneliti yang dikepalai R.
Chris Fraley dari University of Illinois memeriksa data dari 708 anak
yang mula-mula ambil bagian dalam studi di National Institute on
Children Health and Human Development. Berdasarkan jawaban para
orang tua terhadap kuesioner ketika si anak berusia satu bulan, para
peneliti menyeleksi orang tua mana yang tergolong ke dalam tipe
otoriter, mereka yang contohnya setuju dengan pernyataan "anak-anak
harus selalu mematuhi orang tua mereka", dan mereka yang lebih egaliter. Peneliti
juga melihat estimasi para ibu terhadap watak anak mereka yang berusia
4,5 tahun dan merincinya dengan lima faktor: tidak bisa diam, pemalu,
fokus, sikap pasif, dan penakut. Tim peneliti menemukan bahwa
anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yan gotoriter cenderung
memiliki nila-nilai konservatif ketika usianya 18 tahun. Sementara itu,
anak-anak dengan orang tua egaliter cenderung memiliki sikap politik
liberal.
Sebagai tambahan, anak-anak dengan tingkat ketakutan tinggi dalam masa kecilnya cenderung bersikap konservatif ketika dewasa. Sementara anak-anak dengan sikap fokus dan tidak bisa diam cenderung bersikap liberal. Peneliti juga mengontrol jenis kelamin, latar belakang etnis, fungsi kognitif, dan status sosial-ekonomi para peserta.
"Salah satu tantangan dalam ilmu psikologi adalah memahami beberapa jalur yang mendasari perkembangan kepribadian," kata Fraley dalam sebuah pernyataan.
"Penelitian kami menunjukkan variasi pendapat orang-orang terhadap topik yang beragam, mulai dari aborsi, militerm dan hukuman mati, dapat memberi petunjuk kepada perbedaan watak yang dapat dilihat selama 54 bulan awal usia seseorang dan juga variasi sikap orang tua terhadap cara membersarkan anak dan disiplin," tambahnya seperti yang dikutip dari Live Science.
Sebagai tambahan, anak-anak dengan tingkat ketakutan tinggi dalam masa kecilnya cenderung bersikap konservatif ketika dewasa. Sementara anak-anak dengan sikap fokus dan tidak bisa diam cenderung bersikap liberal. Peneliti juga mengontrol jenis kelamin, latar belakang etnis, fungsi kognitif, dan status sosial-ekonomi para peserta.
"Salah satu tantangan dalam ilmu psikologi adalah memahami beberapa jalur yang mendasari perkembangan kepribadian," kata Fraley dalam sebuah pernyataan.
"Penelitian kami menunjukkan variasi pendapat orang-orang terhadap topik yang beragam, mulai dari aborsi, militerm dan hukuman mati, dapat memberi petunjuk kepada perbedaan watak yang dapat dilihat selama 54 bulan awal usia seseorang dan juga variasi sikap orang tua terhadap cara membersarkan anak dan disiplin," tambahnya seperti yang dikutip dari Live Science.
Senin, 12 November 2012
Melirik Proses Seleksi Pemimpin Gereja di Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah dan Harapan Bagi Pemimpin Ke Depan
Sumber Gambar : http://indonesia.ucanews.com/tag/kristen/page/2/ |
Saya menyertakan informasi dari Rohani Rangga dalam group Parata Ndaya,, group cyber di jejaring sosial facebook.com tentang hasil seleksi sementara (beredar) terdiri dari dua versi sebagai berikut :
Seleksi A :
Ketua
Umum : Pdt. Omnesimus Kambodji, MTH. (Mantan Ket I MS)
Ketua I: Pdt.DR. Yuberlian Padele (Baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi)
Ketua II : Pdt. J. Rense, STH. (Ketua Klasis Palu)
Sekretaris Umum: Pdt. Hengky Ompi, STH. MM.
(Mantan Sek Departemen GKST)Ketua I: Pdt.DR. Yuberlian Padele (Baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi)
Ketua II : Pdt. J. Rense, STH. (Ketua Klasis Palu)
Sekretaris I : Pdt. I Wayan Norsa, STH (Ketua Klasis Malili)
Sekretaris II: Pdt. Naya Tacoh, STh (Pendeta Imanuel Palu)
Bendahara : Pdt. Abisai Sigilipu (Mantan Wakil Bendahara GKST)
Wakil Bendahara : Pdt. Yuko Kombuno, STh. (Pendeta GKST)
Seleksi B :
Ketua Umum : Pdt. Alius Rampalodji, MTH. (Mantan Ketum periode 2002)
Ketua I: Pdt.DR. Yuberlian Padele (Baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi)
Ketua II : Pdt. J. Rense, STH. (Ketua Klasis Palu)
Sekretaris Umum: Pdt. Hengky Ompi, STH. MM. (Mantan Sek Departemen GKST)
Sekretaris I : Pdt. I Wayan Norsa, STH (Ketua Klasis Malili)
Sekretaris II: Pdt. Naya Tacoh, STh (Pendeta Imanuel Palu)
Bendahara : Pdt. Abisai Sigilipu (Mantan Wakil Bendahara GKST)
Wakil Bendahara : Pdt. Yuko Kombuno, STh. (Pendeta GKST)
Sementara itu, Rohani memaparkan gambaran bahwa tidak sedikit orang yang kecewa dan memahami Pdt. Rinaldy Damanik tidak bersedia dipilih sebagai salah satu kandidat yang duduk pada kepemimpinan Sinode GKST di periode mendatang.
Berkaitan dengan kepemimpinan GKST masa datang, tentu semua pihak warga GKST memiliki harapan besar terhadap pemimpin yang baru. Bagaimana harapan-harapan itu bisa diwujud-nyatakan oleh pemimpin yang terpilih? Saya memandang bahwa harapan seperti itu wajar dimiliki masyarakat GKST sebab secara tidak langsung hal tersebut erat kaitannya dengan kehidupan mereka, bukan hanya dari segi religiusitas seseorang tetapi menyangkut segi kehidupan lain secara sosial, ekonomi, budaya dan politik Pemimpin dan Gereja harus mampu memainkan komunikasi politik dengan baik untuk mensejahterahkan masyarakat, memberikan hasil yang konkret dan bukan sekedar isapan jempol, mampu memberdayakan dan meng-intensitaskan silahturahmi massal sebagai basis dari kekuatan dan potensi sosial untuk membangun relasi dimana relasi sosial yang terbangun itu adalah dasar yang kuat untuk mengubah kehidupan lebih baik, terutama kehidupan pasca konflik Poso. Beberapa opini publik di group Parata Ndaya bervariasi, ada yang mengatakan "....siapa saja boleh, asal jangan pilih yang buta-tuli" kemudian lagi berharap "sebaiknya GKST jangan terlibat politik aktif" dan seorang lagi justru terkejut dengan dua versi hasil seleksi, ia mengatakan "ehem, so ada konsep dang (dalam dialek Poso artinya ehem, sudah ada konsep toh?), pendapat lain justeru terkesan ketus atau kurang support, seperti "jiaahhhhhhhhhhh".
Tetapi yang menarik disini ialah (hasil ramalan) :
- Saya memandang bahwa ada kecenderungan proses pemilihan bukan lagi menyiratkan Suara Kenabian tetapi Suara Politis dimana ada kemungkinan proses pemilihan yang akan berlangsung disejajarkan dengan aktifitas dalam perpolitikan untuk menentukan seorang pemimpin. Tidak mengherankan apabila akan terjadi sejumlah pendekatan yang tak terduga, berlangsung dalam proses pemilihan. Kemudian, pastinya akan berlangsung proses yang kurang sportif dalam proses pemilihan.
- Jika poin pertama terjadi, maka ada kecenderungan bahwa kursi pemimpin di lingkup Gereja, tidak digunakan sebagaimana mestinya karena sudah dimulai oleh hal-hal yang kurang patut dilakukan sebab itu pada masa-masa mendatang tentu saja Gereja (melalui tangan seorang pemimpin) akan mengarahkannya pada berbagai bentuk ketidakpatutan; hal yang kurang patut kemudian dijadikan patut!
- Jika kedua hal itu (dua poin yang diutarakan) benar-benar merasuki baik proses awal dan pasca pemilihan, maka jabatan yang bersifat religius bukan sekedar jabatan religius tapi jabatan untuk membuat seseorang mengabulkan cita-citanya atau tujuan yang dikehendakinya yang lebih menguntungkan tentu saja!
- Warga GKST sebagiannya tidak merasakan proses pemilihan sebagai sesuatu yang dapat diharapkan membawa perubahan besar sebab warga mengalami krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan yang hancur karena perilaku dari sebagian kecil orang sehingga ibaratnya merusak "se-belanga"
- Dapatkah pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu membawa masyarakat warga GKST ke dalam kehidupan yang lebih baik sebelumnya?
- Dapatkan pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu membawa sesuatu hal yang luar biasa dirasakan secara positif oleh masyarakat?
- Dapatkah pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu memecahkan solusi krisis keuangan misalnya gaji para pendeta yang sebagian besar belum terbayar?
- Dapatkan pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu menarik kepercayaan dilevel klasis-klasis yang sepertinya sekarang ini mengalami degradasi kepercayaan terhadap kepemimpinan dan manajemen Sinode GKST?
- Dapatkah pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu memainkan komunikasi politik yang tidak hanya untuk kepentingan warga gereja tetapi untuk keberlangsungan bersama dalam keterkaitan hubungan dengan sesamanya, meningkatkan relasi sosial sebagai basis utama untuk mengawali langkah2 mensejahterakan masyarakat, memiliki pandangan yang luas dan kemampuan berkorban juga insting yang kuat untuk membangun serta menata kehidupan?
Minggu, 11 November 2012
Demonstrasi Warnai Kedatangan Presiden SBY di London
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Aksi demonstrasi atas kedatangan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono juga terjadi di London, Inggris, Rabu (31/10).
Aksi demonstrasi itu terjadi di Richmond Terrace.
Demonstrasi tersebut dilakukan sejumlah aktivis yang bernama The West Papua Advocacy Team (WPAT). Organisasi ini sudah menyuarakan dan menolak kedatangan Presiden SBY ke London sejak September lalu.
Mereka menilai Presiden SBY bertanggung jawab dan meminta kebebasan rakyat Papua. Aksi demonstrasi sendiri dilakukan tak jauh dari Horse Guard, tempat penyambutan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono oleh Ratu Elizabeth II dan The Duke of Eidenburg.
Aksi sendiri dilakukan selama dua jam, yakni pukul 13.00-15.00 waktu setempat. Sedangkan seremonial penyambutan oleh Ratu Elizabeth sudah berlangsung sejak pukul 11.00-13.00 waktu setempat.
Di sekitaran lokasi seremonial, sejumlah pengamanan pun dilakukan. Polisi Inggris berjaga hampir di setiap sudut pintu masuk Horse Guard. Masyarakat yang ingin melihat acara pun tertahan oleh pagar dan petugas yang siaga sejak pagi hari.
Sumber Gambar : http://www.rimanews.com/read/20110113/12550/jika-sby-terus-saja-menangis-dan-mudah-tersentuh-koruptor-ngakak-tertawa-dan
Demonstrasi tersebut dilakukan sejumlah aktivis yang bernama The West Papua Advocacy Team (WPAT). Organisasi ini sudah menyuarakan dan menolak kedatangan Presiden SBY ke London sejak September lalu.
Mereka menilai Presiden SBY bertanggung jawab dan meminta kebebasan rakyat Papua. Aksi demonstrasi sendiri dilakukan tak jauh dari Horse Guard, tempat penyambutan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono oleh Ratu Elizabeth II dan The Duke of Eidenburg.
Aksi sendiri dilakukan selama dua jam, yakni pukul 13.00-15.00 waktu setempat. Sedangkan seremonial penyambutan oleh Ratu Elizabeth sudah berlangsung sejak pukul 11.00-13.00 waktu setempat.
Di sekitaran lokasi seremonial, sejumlah pengamanan pun dilakukan. Polisi Inggris berjaga hampir di setiap sudut pintu masuk Horse Guard. Masyarakat yang ingin melihat acara pun tertahan oleh pagar dan petugas yang siaga sejak pagi hari.
Sumber Gambar : http://www.rimanews.com/read/20110113/12550/jika-sby-terus-saja-menangis-dan-mudah-tersentuh-koruptor-ngakak-tertawa-dan
Langganan:
Postingan (Atom)