Pengamat Relasi Sosial |
Dalam perspektif saya, Poso itu menarik untuk dikaji lebih baik dan secara intensif karena banyak hal yang terjadi diluar dugaan., salah satunya menyangkut aksi teror di Poso beberapa waktu lalu seperti yang diberitakan media baik media cetak (koran, majalah, dan sebagainya), media elektronik (radio, televisi) dan media digital lainnya (internet).
PANDANGAN SEPUTAR AKSI TEROR DI POSO
Bagi saya pribadi., masalah-masalah terkait aksi teror bukan lagi suatu masalah yang mendasar untuk Poso. Meski pun sebenarnya, masalah teror merupakan pergumulan yang mendasar dan beralasan. Tentu saya memiliki pandangan lain untuk mengatakan bahwa aksi teror bukan masalah yang sebenarnya atau masalah yang dirasakan masyarakat sebagai "masalah sosial". Yang terjadi justeru sejumlah kasus terkait aksi teror diperlakukan masyarakat sama sejajarnya dengan "obrolan makan siang" dan ada yang menjadikannya "bahan humor". Disamping itu, beberapa juga mengaitkan aksi teror sebagai gerakan politik untuk menutupi issue yang sedang marak atau dipandang bentuk pengalihan kasus semata-mata. Ketika masyarakat menempatkan kasus-kasus seputar aksi teror sebagaimana yang berlangsung saat ini, bukan berarti masyarakat tidak tanggap atau responsif terhadap fenomena yang berlangsung tersebut. Masyarakat tetap berjaga-jaga, tetapi masyarakat tidak terpancing sama sekali. Saya berharap sikap ini masih terjaga sampai sekarang! Atas dasar itu, saya memahami konteks pemikiran Jusuf Kalla, yang menganggap bahwa kasus di Poso bukan konflik tetapi teror! Hal lain, fenomena aksi teror di Poso yang dikaitkan dengan gerakan radikal dari kelompok tertentu juga mengalami perubahan konteks gerakannya yang semula dilakukan secara kolektif, kini dilakukan secara individual dimana pergerakan tersebut masih terorganisir.
http://www.antaranews.com/berita/342572/sebuah-bom-ditemukan-di-belakang-rumah-warga-poso |
Dari target sasaran juga mengalami perubahan., dulu yang dijadikan target itu adalah kelompok tertentu (masyarakat sipil) dan kini aparat keamanan seperti polisi menjadi target kelompok teror di Poso. Meski masih ada beberapa kasus lain misalnya pembakaran salah satu rumah ibadah, Gereja, di desa Madale dan ledakan bom di rumah warga, Kawua. Tapi porsi penyerangan jauh lebih besar tertuju pada polisi (bahkan kemungkinan nanti itu ditujukan kepada Tentara/ TNI). Peristiwa ini juga membuahkan pandangan dari beberapa pengamat sosial (dalam diskusi dengan saya) yang menyimpulkan bahwa peristiwa ini bagian dari bentuk perubahan konflik yang semula itu konflik horisontal kemudian berubah ke konflik vertikal. Saya sedikit berbeda dan kurang sependapat dengan pengamat lain, meski beberapa pandangannya benar demikian tetapi hanya berlaku pada motif atau target sasaran! Mengapa? Sebab jika konflik vertikal dan atau konflik horisontal disama sejajarkan atau dipahami sebagai konflik sosial, maka masyarakat di Poso dalam kelompok yang besar, terorganisir dan terdiri dari latarbelakang tertentu akan melakukan gerakan teror dengan tidak mengubah pola gerakannya. Umumnya dilakukan terang-terangan, jika pun dilakukan secara diam-diam (sembunyi) maka mudah ditahu asal kelompok yang melakukan teror karena memiliki aksi yang jelas. Tetapi di Poso tidak demikian, ini bukan konflik vertikal atau pun konflik horisontal. Ini murni AKSI TEROR!
TULISAN MERAMALKAN POSO (2)? ...... bersambung!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar