TOPIK ini dipandang sudah basi., sebagian besar media membicarakan dan sebagian besar pengamat menaruh perhatian pada masalah pendidikan. Tapi toh, seluruh pandangan dan solusi dinilai tidak berhasil membawa pendidikan seperti yang diharapkan. Mengapa? Kenyataannya, pendidikan diperhadapkan dengan dua pilar yaitu menumbuhkan idealisme terhadap peserta didik (siswa/ siswi, mahasiswa/ mahasiswi) atau mengajak memahami kenyataan. Disamping itu, dua pilar ini masih dipengaruhi oleh dua dorangan dalam proses penyelenggaraan pendidikan yaitu mendidik atau mencari keuntungan. Pemikiran ini sangat mendasar dan beralasan sebab dunia pendidikan memiliki dua karakter yakni dunia sosial dimana seseorang akan memperoleh didikan dan cara berperilaku serta cara berpengetahuan serta dunia ekonomi dimana seseorang akan dituntut kewajiban membayar atau mengikuti sejumlah aturan yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan untuk menunaikan kewajiban membayar. Kenyataan lain, para pengajar terdorong untuk mencari kekuasaan dilingkup atau dibidang pekerjaannya tanpa mau untuk terdorong melatih diri lebih matang secara profesional mendidik serta berkarier sebagai pendidik misalnya membaca buku, menulis dan meneliti serta mengabdikan diri pada bidang-bidang kemasyarakatan.
Issue seputar pendidikan berkarakter pun tidak menjanjikan membawa perubahan besar bagi negara, khususnya Indonesia, masyarakat dan keluarga sebab tidak sedikit kegagalan dunia pendidikan dalam menghasilkan profil lulusan yang tepat guna. Salah satu penyebab misalnya negara atau pihak lain diluar negara dan masyarakat tentunya, kurang kreatif dalam membuat lapangan pekerjaan. Disisi lain, para lulusan hanya memiliki modal seputar kecakapan teoritis dan bukannya menguasai kecakapan secara praktis.
Saya pernah bertemu dengan beberapa orang dan saya tidak menduga mengapa mereka bersikap begitu, saya cukup terkejut melihat perilaku (A), (B), dan (C), serta (D).. (A) dia sedang menempuh pendidikan magister di salah satu perguruan tinggi swasta. (A) dinilai memiliki banyak wawasan tetapi terkesan menggurui. (B) dia sangat komunikatif dan mudah bergaul, (B) telah mengantongi gelar sarjana dibidangnya. Tetapi sungguh tak terduga, (B) memiliki sikap iri hati, suka menonjolkan diri, sombong dan membicarakan orang lain, termasuk menjelekkan orang lain meski pun itu seseorang yang memiliki hubungan khusus dengannya. Setiap kebaikan yang ditonjolkan oleh (B) ternyata hanya ilusi semata agar orang lain menganggapnya memiliki kelebihan khusus juga lebih baik dari orang terdekat yang mempunyai hubungan khusus tersebut. (C) adalah mahasiswa yang baru menyelesaikan program doktor, dahulu dirinya dikenal sebagai seorang cendikiawan yang berjiwa sosial tetapi ilmu pengetahuan menjadikan dirinya lebih berorientasi kepada materi. (C) enggan kembali ke kampung halaman karena berbagai pertimbangannya yang terkesan benar tetapi sebenarnya itu hanyalah pembenaran. (D), baru menamatkan pendidikan SMA, sayangnya dia selalu menjelekkan atau menganggap rendah orang lain yang memiliki pendidikan dibawahnya, merasa hebat karena menguasai sejumlah keterampilan praktis. Mereka adalah teman saya!
Dari berbagai media, saya juga banyak melihat beberapa pose yang menantang (vulgar) dilakukan oleh para peserta didik, pelaku video porno, perkelahian dan pemerkosaan, bandar narkoba dan pemakai narkotik, menjadi PSK berseragam atau PSK umumnya, memiliki hubungan dengan kelompok radikal atau pelaku teror, seorang yang dilabelkan "penjahat kelamin", pemabuk dan penjudi, seorang provokator yang mampu membuat rusuh di wilayahnya, preman sekolah dan preman jalanan, serta sejumlah pemberitaan atau penayangan yang membuat kita pusing (bahkan menikmati) ketika menyaksikannya.
Seluruh fenomena ini tidak hanya berlangsung di Indonesia tetapi berlaku umum di seluruh dunia! Bagaimana pendidikan menyikapi?