Anak Kampus CPC - Support us

Jumat, 09 November 2012

FENOMENA BARU DI INDONESIA : PENGUSAHA DEMO MOGOK?

Sumber Gambar : http://pixabay.com/id/orang-orang-pria-guy-orang-kartun-28807/
Waktu itu, saya sedang berdiskusi dengan rekan profesi untuk menyoroti fenomena baru di Indonesia yaitu Pengusaha Demo Mogok! Saya pun mencoba mencari artikel tersebut dan memperolehnya dari http://www.harianterbit.com/2012/11/08/ancaman-mogok-100-pengusaha/ . Ketika berdiskusi dan membaca artikel harianterbit.com, saya kuatir dan membayangkan bagaimana jadinya jika kedua belah pihak unjuk gigi., saling ancam-mengancam, dampaknya tidak sedikit bagi Indonesia yang baru belajar., belajar dari masa-masa "ekonomi sulit".Contoh, di Pasuruan., Jawa Timur, APINDO melakukan aksi demo untuk memprotes rekomendasi pengusulan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2013 yang sudah disetujui Bupati Pasuruan Dade Angga pada Rabu (24/10/2012) lalu (http://regional.kompas.com/read/2012/11/09/16244849/UMK.1.5.Juta.Pengusaha.Ganti.Buruh.dengan.Mesin)

Apa arus pengusaha berdemo itu ialah respon dari kelompok pengusaha terhadap kebijakan upah minimum yang serempak dinaikkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia? Jawabnya pasti iya, tetapi bukan itu yang menjadi pokok persoalan! Saya mencoba membahasnya....

Pertama.,
Saya memandang bahwa kebijakan di negara Indonesia berada pada posisi dilematis. Meski kebijakan dinilai berpihak pada kelompok tertentu, tetapi kebijakan jangan mengakibatkan dampak yang lebih besar misalnya berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan secara umum. Posisi dilematis yang saya maksudnya adalah pembuat kebijakan lebih cenderung merumuskan kebijakan bukan diarahkan sebagai problem solving tetapi digunakan sebagai alat untuk mempertunjukkan kekuasaan. Disamping itu, posisi dilematis dari suatu kebijakan terletak pada inkonsistensinya dalam pengertian ilustratif "kebijakan ala bunglon", tidak ada kepastian yang diperoleh kelompok sasaran kebijakan berupa jaminan dari pembuat kebijakan ketika mereka telah mengikuti aturan main dalam kebijakan, tidak ada pegangan moral malahan yang terjadi kekuatiran terhadap berbagai temuan yang akan dihadapi kelompok tertentu sebagai contoh pungutan liar, jasa preman dan beberapa kekuatiran lainnya yang ada di dua kelompok, kecenderungan lain di Indonesia biaya sosial jauh lebih besar dibanding biaya ekonomi. Beberapa hal ini belum diperhatikan pada item kebijakan; bagaimana menyikapi hal tersebut dan apa solusinya?

Kedua.,
Sumber daya manusia di Indonesia lebih banyak berpangkal pada kekuatan semata tanpa bekal keahlian dibidang tertentu yang ada kaitannya dengan produktifitas. Ini juga berarti bahwa lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan dinilai gagal karena lebih berorientasi kepada proses penciptaan individu yang terdorong pada perolehan nilai yang baik (hanya kuantitas misalnya IPK yang baik, hanya menguasai secara teoritis dan bukan praktis), adanya ketidakseimbangan arah mendidik dimana kecakapan teoritis jauh lebih mumpuni dibanding kecakapan praktis, pengaruh idealisme paling besar mempengaruhi dibanding pandangan realis dan aspek-aspek lainnya. Sementara itu, perusahaan juga dinilai cukup hati-hati untuk menentukan menggunakan teknologi atau manusia sebab ongkos menggunakan teknologi tentu tidak sedikit dan ketika perusahaan mempekerjakan manusia maka tentu ongkos produksi bisa ditekan. Jadi posisinya juga dilematis!

Ketiga.,
Indonesia dinilai masih kurang tanggap memberikan jaminan rasa aman dari berbagai aksi yang mengancam aktifitas produksi. Investor akan berpikir 500 kali untuk menanam modalnya di Indonesia karena berbagai pertimbangan terkait jaminan rasa aman.

Pandangan-pandangan tersebut hanya sebagian saja, masih banyak pandangan lain yang sangat kuat dan beralasan untuk memahami berbagai aksi seputar demonstrasi kelompok baik kelompok buruh maupun secara khusus kelompok pengusaha. 

Akar masalahnya hanya pada cara merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut. Jika ini berhasil dilakukan oleh policy maker, tentu kedua belah pihak akan berdamai dan pastinya Indonesia bisa memperoleh imbasan dari relasi yang baik kedua belah pihak. Kita pun sebagai masyarakat dengan senang hati menerima hasil dari hubungan yang baik.



Tidak ada komentar: