Anak Kampus CPC - Support us

Senin, 12 November 2012

Melirik Proses Seleksi Pemimpin Gereja di Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah dan Harapan Bagi Pemimpin Ke Depan

Sumber Gambar : http://indonesia.ucanews.com/tag/kristen/page/2/

Saya menyertakan informasi dari Rohani Rangga dalam group Parata Ndaya,, group cyber di jejaring sosial facebook.com tentang hasil seleksi sementara (beredar) terdiri dari dua versi sebagai berikut :

Seleksi A :


Ketua Umum : Pdt. Omnesimus Kambodji, MTH. (Mantan Ket I MS)
Ketua I: Pdt.DR. Yuberlian Padele (Baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi)
Ketua II : Pdt. J. Rense, STH. (Ketua Klasis Palu)
Sekretaris Umum: Pdt. Hengky Ompi, STH. MM. (Mantan Sek Departemen GKST)
Sekretaris I : Pdt. I Wayan Norsa, STH (Ketua Klasis Malili)
Sekretaris II: Pdt. Naya Tacoh, STh (Pendeta Imanuel Palu)
Bendahara : Pdt. Abisai Sigilipu (Mantan Wakil Bendahara GKST)
Wakil Bendahara : Pdt. Yuko Kombuno, STh. (Pendeta GKST)


Seleksi B :

Ketua Umum : Pdt. Alius Rampalodji, MTH. (Mantan Ketum periode 2002)
Ketua I: Pdt.DR. Yuberlian Padele (Baru pulang studi cukup lama, jadi butuh orientasi)
Ketua II : Pdt. J. Rense, STH. (Ketua Klasis Palu)
Sekretaris Umum: Pdt. Hengky Ompi, STH. MM. (Mantan Sek Departemen GKST)
Sekretaris I : Pdt. I Wayan Norsa, STH (Ketua Klasis Malili)
Sekretaris II: Pdt. Naya Tacoh, STh (Pendeta Imanuel Palu)
Bendahara : Pdt. Abisai Sigilipu (Mantan Wakil Bendahara GKST)
Wakil Bendahara : Pdt. Yuko Kombuno, STh. (Pendeta GKST)


Sementara itu, Rohani memaparkan gambaran bahwa tidak sedikit orang yang kecewa dan memahami Pdt. Rinaldy Damanik tidak bersedia dipilih sebagai salah satu kandidat yang duduk pada kepemimpinan Sinode GKST di periode mendatang.

Berkaitan dengan kepemimpinan GKST masa datang, tentu semua pihak warga GKST memiliki harapan besar terhadap pemimpin yang baru. Bagaimana harapan-harapan itu bisa diwujud-nyatakan oleh pemimpin yang terpilih? Saya memandang bahwa harapan seperti itu wajar dimiliki masyarakat GKST sebab secara tidak langsung hal tersebut erat kaitannya dengan kehidupan mereka, bukan hanya dari segi religiusitas seseorang tetapi menyangkut segi kehidupan lain secara sosial, ekonomi, budaya dan politik Pemimpin dan Gereja harus mampu memainkan komunikasi politik dengan baik untuk mensejahterahkan masyarakat, memberikan hasil yang konkret dan bukan sekedar isapan jempol, mampu memberdayakan dan meng-intensitaskan silahturahmi massal sebagai basis dari kekuatan dan potensi sosial untuk membangun relasi dimana relasi sosial yang terbangun itu adalah dasar yang kuat untuk mengubah kehidupan lebih baik, terutama kehidupan pasca konflik Poso. Beberapa opini publik di group Parata Ndaya bervariasi, ada yang mengatakan "....siapa saja boleh, asal jangan pilih yang buta-tuli" kemudian lagi berharap "sebaiknya GKST jangan terlibat politik aktif" dan seorang lagi justru terkejut dengan dua versi hasil seleksi, ia mengatakan "ehem, so ada konsep dang (dalam dialek Poso artinya ehem, sudah ada konsep toh?), pendapat lain justeru terkesan ketus atau kurang support, seperti "jiaahhhhhhhhhhh".

Tetapi yang menarik disini ialah (hasil ramalan) :
  • Saya memandang bahwa ada kecenderungan proses pemilihan bukan lagi menyiratkan Suara Kenabian tetapi Suara Politis dimana ada kemungkinan proses pemilihan yang akan berlangsung disejajarkan dengan aktifitas dalam perpolitikan untuk menentukan seorang pemimpin. Tidak mengherankan apabila akan terjadi sejumlah pendekatan yang tak terduga, berlangsung dalam proses pemilihan. Kemudian, pastinya akan berlangsung proses yang kurang sportif dalam proses pemilihan.
  • Jika poin pertama terjadi, maka ada kecenderungan bahwa kursi pemimpin di lingkup Gereja, tidak digunakan sebagaimana mestinya karena sudah dimulai oleh hal-hal yang kurang patut dilakukan sebab itu pada masa-masa mendatang tentu saja Gereja (melalui tangan seorang pemimpin) akan mengarahkannya pada berbagai bentuk ketidakpatutan; hal yang kurang patut kemudian dijadikan patut!
  • Jika kedua hal itu (dua poin yang diutarakan) benar-benar merasuki baik proses awal dan pasca pemilihan, maka jabatan yang bersifat religius bukan sekedar jabatan religius tapi jabatan untuk membuat seseorang mengabulkan cita-citanya atau tujuan yang dikehendakinya yang lebih menguntungkan tentu saja!
  • Warga GKST sebagiannya tidak merasakan proses pemilihan sebagai sesuatu yang dapat diharapkan membawa perubahan besar sebab warga mengalami krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan yang hancur karena perilaku dari sebagian kecil orang sehingga ibaratnya merusak "se-belanga"
Sedangkan yang menjadi pertanyaan akhir tulisan saya adalah :
  1. Dapatkah pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu membawa masyarakat warga GKST ke dalam kehidupan yang lebih baik sebelumnya?
  2. Dapatkan pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu membawa sesuatu hal yang luar biasa dirasakan secara positif oleh masyarakat?
  3. Dapatkah pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu memecahkan solusi krisis keuangan misalnya gaji para pendeta yang sebagian besar belum terbayar?
  4. Dapatkan pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu menarik kepercayaan dilevel klasis-klasis yang sepertinya sekarang ini mengalami degradasi kepercayaan terhadap kepemimpinan dan manajemen Sinode GKST?
  5. Dapatkah pemimpin baru di Sinode GKST yang terpilih, dipercaya mampu memainkan komunikasi politik yang tidak hanya untuk kepentingan warga gereja tetapi untuk keberlangsungan bersama dalam keterkaitan hubungan dengan sesamanya, meningkatkan relasi sosial sebagai basis utama untuk mengawali langkah2 mensejahterakan masyarakat, memiliki pandangan yang luas dan kemampuan berkorban juga insting yang kuat untuk membangun serta menata kehidupan?
Jika ya bisa dilakukan, maka hal tersebut suatu kebanggaan bagi saya secara pribadi. Bagaimana sikap Anda, warga GKST?